Penolakan terhadap rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus berlanjut. Respons tersebut berasal dari Diskusi Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau di Gedung DPR RI, Senayan pada Selasa (12/11/2024). Puluhan orang hadir untuk menyampaikan aspirasinya kepada para anggota dewan yang terhormat.
Dalam aspirasi tersebut hadir beberapa perwakilan seperti Sarmidi Husna selaku Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Kemudian, hadir pula Junaedi Ketua Perkumpulan Pedagang Kelontong Seluruh Indonesia (PPKSI). Keduanya memiliki poin yang sama yaitu menyatakan keberatan terhadap rancangan Permenkes
Legislator dari Fraksi Nasdem, Nurhadi juga mengatakan bahwa ia telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk menggodok kembali rancangan aturan tersebut.
“Berkaca dari hasil Rapat Komisi IX DPR dengan Kemenkes, dari semua anggota Komisi IX, hanya saya yang bertanya terkait kebijakan ini. Kami dari fraksi NasDem sangat perhatian dengan kebijakan itu. Kami akan mengawal karena banyak sektor yang akan terkena imbasnya,” ujar Nurhadi, selaku anggota Komisi IX DPR.
Penolakan Rancangan Permenkes Terus Berlangsung
Jika aturan tersebut hendak dipaksakan terbit, sudah pasti perekonomian Indonesia terguncang dari segala sektor. Mulai dari sektor pertanian, perkebunan, perindustrian, perdagangan, hingga periklanan. Maka dari itu, semestinya peraturan tersebut tidak bisa untuk dibahas lebih jauh.
“Masyarakat telah menyampaikan aspirasinya pada saat rapat kerja Komisi IX dengan Kemenkes. Waktu itu, Menteri Kesehatan setuju untuk menunda proses perumusan aturan dengan mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari terbitnya aturan tersebut, terutama dampak dari sisi ekonomi,” kata Nurhadi.
Senada dengan Nurhadi, Sarmidi Husna selaku Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) amat menyayangkan apabila rancangan permenkes itu hendak diterbitkan. Sebab, semestinya pesantren, yang lebih banyak bersinggungan dengan Industri Hasil Tembakau (IHT), perlu dilibatkan.
Sarmidi juga mengungkapkan bahwa rokok bukanlah barang haram. Berbeda dengan minuman keras (miras) yang jelas haram. Maka, akan sangat aneh apabila produk hasil tembakau justru disingkirkan.
“Dari aspek keagamaan, Rancangan Permenkes memiliki dampak negatif yang lebih besar bagi petani, pekerja, pedagang ritel, dan UMKM, semua yang ada di ekosistem pertembakauan,” imbuhnya.
Junaedi selaku Ketua Perkumpulan Pedagang Kelontong Seluruh Indonesia (PPKSI) juga menyayangkan hadirnya rancangan peraturan tersebut. Menurutnya, pelaku IHT sedang bingung dengan adanya PP 28/2024. Kini, hendak ditambah dengan rancangan aturan kemenkes.
Maka, akan sangat tidak masuk akal apabila terjadi pengesahan. Yang ada justru hampir sebagian besar yang berkaitan dengan perekonomian hancur.
Pembahasan Rancangan Permenkes Semestinya Dihentikan
Sudah semestinya pembahasan rancangan permenkes dihentikan secara menyeluruh. Tidak ada urgensi yang positif apabila sektor perekonomian menjadi terguncang. Apalagi pemerintahan saat ini sedang menggenjot bagaimana meningkatkan perekonomian Indonesia.
Jadi, Kementerian Kesehatan sebaiknya melakukan introspeksi diri sehingga rancangan permenkes tidak perlu naik menjadi aturan baku.