Kejahatan SBY, Jokowi, dan Prabowo terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) Boleh Merokok
OPINI

Rangkuman Kejahatan SBY, Jokowi, dan Prabowo yang Sengsarakan Industri Hasil Tembakau

SBY, Jokowi, dan Prabowo, adalah tiga sosok yang turut bertanggung jawab atas tersiksanya Industri Hasil Tembakau (IHT) di negeri ini.

***

Saya dan mungkin masyarakat sipil tidak tahu apa yang dilakukan saat retret di Magelang beberapa waktu lalu. Tapi tiba-tiba di Twitter ramai video yang menampilkan tiga sosok penting, yakni SBY, Jokowi, dan Prabowo. Mereka sedang asyik karaoke saat retret di Magelang.

Video itu cukup viral di platform X. Banyak yang membagikan meme dan tanggapan mengenai ketiga sosok yang ada di video itu. Tapi kalau saya coba merangkumnya, tanggapannya tidak jauh-jauh dari para presiden dan mantan presiden yang kerap bikin rakyat sengsara.

Yang ditampilkan di publik bukanya membahas program kerja untuk kemajuan masyarakat, justru menampilkan video karaokean. Terlepas itu sekadar hiburan sebagaimana manusia biasa, tapi saya kira video itu kurang etis diperontontkan oleh para pemimpin di saat rakyatnya sedang kelimpungan karena efisiensi anggaran, PHK, hingga tertipu BBM oplosan.

Sama-sama tidak berpihak pada Industri Hasil Tembakau (IHT)

Dalam konteks Industri Hasil Tembakau (IHT), antara SBY, Jokowi, dan Prabowo memiliki persamaan: sama-sama tidak berpihak kepada Industri Hasil Tembakau. Alih-alih terus melestarikan industri padat karya ini, kebijakan di masa mereka lebih terkesan ingin memusanahkan industri ini.

Saya coba review secara singkat rekam jejak SBY, Jokowi, dan Prabowo dalam mempengaruhi kebijakan Industri Hasil Tembakau.

Pertama, Susilo Bambang Yudhoyono. Ia adalah sosok yang mengesahkan PP 109 tahun 2012. Aturan itu menegaskan bahwa rokok adalah zat adiktif berbahaya dan mesti diamankan.

Tentu ada banyak pasal dalam aturan itu. Salah satu yang berimbas sampai sekarang adalah mengenai gambar seram/peringatan kesehatan di bungkus rokok.

Kedua, Jokowi. Selama dua periode menjadi presiden, nyaris setiap tahunnya Jokowi menaikkan cukai rokok. Praktis dari 2014-2024, Jokowi telah menaikkan cukai hingga 100% lebih. Imbasnya, harga rokok makin tak masuk akal.

Dosa lain Jokowi terhadap Industri Hasil Tembakau yakni menyetujui PP 28 tahun 2024. Kalau PP Nomor 109 Tahun 2024 sudah melakukan pengetatan terhadap Industri Hasil Tembakau, di PP 28 makin terus ditekan. Mulai larangan jual rokok eceran, larangan menjadi sponsorship, bahasan Ruang Merokok yang njelimet, dan lain sebagainya.

Lalu yang ketiga, Prabowo. Secara umum, orang ini boleh dikatakan ngeri sekali. Baru beberapa bulan memimpin sudah membuat geger masyarakat Indonesia, hingga memicu aksi massa di berbagai daerah untuk memprotes berbagai kebijakan problematik seperti makan siang gratis hingga efisiensi anggaran. Tagar #KaburAjaDulu #IndonesiaGelap pun mengiringi masa 100 hari kerja Prabowo.

Dalam konteks Industri Hasil Tembakau, Prabowo memang belum mengeluarkan kebijakan yang membuat gempar. Tapi terus terang saya pesimis kalau dia akan berpihak kepada Industri Hasil Tembakau.

Apalagi belakangan isu Rancangan Permenkes yang kembali bergulir tidak menggerakan Prabowo untuk menolaknya atau meminta Kemenkes untuk membatalkannya.

Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin

BACA JUGA: Kami, Jokowi dan Prabowo pada Suatu Pagi di Ladang Tembakau