Indonesia adalah negeri yang sangat kaya. Lautnya luas, tanahnya subur, dan komoditas alamnya melimpah. Mulai dari kelapa, gula, garam, dan jamu. Dulu itu semua menjadi kebanggan dan sumber penghidupan rakyat Indonesia. Tapi, sedikit demi sedikit komoditas itu perlahan mulai dilemahkan, pelan-pelan dibunuh. Bukan dengan senjata atau perang, tapi dengan aturan, kampanye, dan dalih-dalih licik. Termasuk bagaimana kretek hendak dibunuh.
Daftar Isi
TogglePertama, kelapa. Melalui minyak kelapa, Indonesia adalah raja. Dengan bentangan ribuan kilometer garis pantai yang ditumbuhi pohon kelapa. Kemudian, kelapa itu diolah menjadi minyak kelapa.
Banyak masyarakat yang hidup dari kopra dan minyak kelapa buatan rakyat. Tapi ketika Amerika ingin memasarkan minyak kedelai, mereka membuat kampanye bahwa minyak kelapa menyebabkan kolesterol dan berbahaya.
Amerika menggunakan dokter dan lembaga-lembaga kesehatan untuk mengkampanyekan bahwa minyak kelapa berbahaya untuk kesehatan. Sialnya, dunia dan pemerintah Indonesia percaya dan berhasil membuat ketakutan akan minyak kelapa.
Padahal nenek moyang kita ribuan tahun mengolah kopra menjadi minyak kelapa. Akhirnya petani kelapa jatuh miskin, dan industri minyak kelapa Indonesia pelan-pelan runtuh.
Lalu gula. Indonesia pernah menjadi penghasil gula terbesar nomor 2 di dunia. Di masa jayanya, jumlah pabrik yang beroperasi dalam negeri sebanyak 179 pabrik gula, dengan produksi mencapai 3 juta ton dan ekspor gula mencapai 2,4 juta ton.
Indonesia pernah mempunyai Pusat Penelitian Perkebunan Gula di Pasuruan yang menjadi “Makkah”-nya industri gula dunia. Tapi setelah aturan perdagangan dibuka lebar karena tekanan IMF, gula impor masuk tanpa batas.
Pabrik gula dalam negeri tidak mampu bersaing, dan petani tidak mendapatkan harga yang adil. Akhirnya Kita yang dulu menjadi penghasil gula terbesar di dunia, sekarang menjadi pengimpor gula terbesar.
Garam juga bernasib sama. Dengan garis pantai terpanjang di dunia. Negeri ini pernah mencapai swasembada garam konsumsi. Mendapat predikat pengekspor garam di dunia.
Tapi karena kampanye garam beryodium dengan standar tinggi, dan didukung perusahaan asing dan lembaga kesehatan dunia, garam rakyat pelan-pelan juga mati.
Pemerintah menuntut garam dengan standar tinggi tapi tidak memberi bantuan. Akhirnya, satu persatu tambak garam mati. Sekarang Indonesia malah berbalik menjadi pengimpor garam terbesar juga. Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia tapi garamnya impor dari luar.
Kemudian jamu juga mengalami hal yang sama. Indonesia memiliki 30.000 jenis tanaman yang teridentifikasi, 7.500 di antaranya tergolong tanaman obat.
Sudah ribuan tahun nenek moyang kita menggunakan jamu untuk pengobatan. Bahan bakunya semua dari dalam negeri. Tapi sekarang karena dunia medis kita terlalu bergantung pada obat-obatan barat, jamu dianggap kurang ilmiah dan kurang modern. Pemerintah juga tidak serius membangun riset dan teknologi jamu. Akhirnya perusahaan asing masuk dan mematenkan tanaman obat kita sendiri.
Kepentingan korporasi multinasional
Selain itu semua, masih banyak komoditas Nusantara yang mengalami nasib sama. Di baliknya, selalu ada kepentingan bisnis korporasi multinasional. Ada kepentingan dagang negara maju. Ada dukungan dari lembaga internasional dan keterlibatan otoritas dalam negeri.
Komoditas lokal dibunuh lewat kampanye negatif, lalu masuk lah produk asing. Lama-lama Indonesia tidak berdiri di atas kekayaan alamnya sendiri. Kita tidak punya keberanian untuk mengoreksi itu semua. Generasi terdidik kita bahkan lebih suka mencari pembenaran untuk melanggengkan sistem penjajah.
Kretek yang hendak dibunuh
Kretek kini tengah menunggu giliran.
Kretek bukan sekadar rokok. Ia bagian dari budaya Indonesia. Dibuat oleh orang Indonesia, dengan bahan Indonesia, dan memberi hidup pada jutaan keluarga. Kretek pernah menjadi simbol nasionalisme, bahkan ikut menghidupi banyak kegiatan rakyat.
Tapi kretek pun mulai dipaksa masuk dalam perang global melawan tembakau. Standar kesehatan dunia dibentuk oleh negara-negara besar yang industri rokoknya memakai tembakau putih, bukan kretek.
Regulasi dibuat tanpa melihat kekhasan budaya dan ekonomi Indonesia. Kretek digiring untuk dianggap buruk, sementara rokok putih, produk industri asing lah yang justru diuntungkan.
Realitas tersebut bisa dibaca secara komprehensif dalam buku Membunuh Indonesia.
Indonesia memang hendak dibunuh. Ada kekuatan global yang ingin menguasai pasar, dan cara paling mudah adalah melemahkan produk lokal. Penjajahan hari ini tidak memakai senjata, tapi memakai aturan, kampanye, dan dalih-dalih licik.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Alfinaja Maulana Ardika
BACA JUGA: Kretek Bukan Cuma Rokok Tanpa Filter, Jangan Salah Paham









