\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n
\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance<\/em> (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas<\/em>, wilayah Asean menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 36% dari total penduduk Indonesia. Di dunia, jumlah perokok asal Indonesia hanya kalah dari China. Indonesia menempati peringkat kedua jumlah perokok terbesar di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mengapa bisa seperti itu? Mengapa kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti kehancuran akibat ulah BPPC bentukan Orde Baru pada periode 90an bisa terulang kembali? Karena memang ke arah sana tujuan dari dinaikkannya cukai rokok di negeri ini. Ada kekuatan global yang menghendaki itu semata-mata karena alasan persaingan bisnis yang menggiurkan. Bukan alasan kesehatan atau alasan lain-lain yang mereka bikin-bikin itu.<\/p>\n\n\n\n

Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance<\/em> (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas<\/em>, wilayah Asean menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 36% dari total penduduk Indonesia. Di dunia, jumlah perokok asal Indonesia hanya kalah dari China. Indonesia menempati peringkat kedua jumlah perokok terbesar di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tak berbeda jauh dengan tembakau, sektor pertanian cengkeh yang juga menjadi sektor penting dalam industri rokok kretek nasional terkena imbas akibat pengumuman kenaikan cukai. Pada musim panen cengeh terakhir, harga beli cengeh dari petani mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini terjadi secara merata mulai dari Aceh hingga Maluku, daerah-daerah yang merupakan wilayah penghasil cengkeh nasional. Harga beli cengkeh menurun drastis meskipun kualitas panenan cengkeh petani tahun ini cukup bagus. Harga beli di petani turun antara Rp10.000 hingga Rp35.000, angka yang sangat signifikan dan cukup mengkhawatirkan. Jika ini terus-menerus dibiarkan, bukan tak mungkin kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti yang terjadi pada periode 90an di negeri ini bisa terulang kembali.<\/p>\n\n\n\n

Mengapa bisa seperti itu? Mengapa kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti kehancuran akibat ulah BPPC bentukan Orde Baru pada periode 90an bisa terulang kembali? Karena memang ke arah sana tujuan dari dinaikkannya cukai rokok di negeri ini. Ada kekuatan global yang menghendaki itu semata-mata karena alasan persaingan bisnis yang menggiurkan. Bukan alasan kesehatan atau alasan lain-lain yang mereka bikin-bikin itu.<\/p>\n\n\n\n

Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance<\/em> (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas<\/em>, wilayah Asean menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 36% dari total penduduk Indonesia. Di dunia, jumlah perokok asal Indonesia hanya kalah dari China. Indonesia menempati peringkat kedua jumlah perokok terbesar di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tak hanya itu, efek domino terhadap kenaikan cukai ini juga berimbas pada sektor pertanian tembakau dan cengkeh. Sektor yang menopang bahan baku utama industri kretek nasional. Pada musim panen tembakau tahun lalu saja, sebelum cukai betul-betul naik akan tetapi pengumuman resmi perihal kenaikan cukai telah dikeluarkan, sektor pertembakauan terlihat lesu. Pembelian tembakau hasil panen petani oleh pabrikan-pabrikan rokok tidak sebergeliat tahun-tahun sebelumnya. Pabrikan mengurangi pembelian bahan baku sekaligus mengajukan penawaran harga yang tidak terlalu tinggi guna mengantisipasi menurunnya pembelian rokok kretek akibat naiknya harga rokok setelah cukai naik.<\/p>\n\n\n\n

Tak berbeda jauh dengan tembakau, sektor pertanian cengkeh yang juga menjadi sektor penting dalam industri rokok kretek nasional terkena imbas akibat pengumuman kenaikan cukai. Pada musim panen cengeh terakhir, harga beli cengeh dari petani mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini terjadi secara merata mulai dari Aceh hingga Maluku, daerah-daerah yang merupakan wilayah penghasil cengkeh nasional. Harga beli cengkeh menurun drastis meskipun kualitas panenan cengkeh petani tahun ini cukup bagus. Harga beli di petani turun antara Rp10.000 hingga Rp35.000, angka yang sangat signifikan dan cukup mengkhawatirkan. Jika ini terus-menerus dibiarkan, bukan tak mungkin kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti yang terjadi pada periode 90an di negeri ini bisa terulang kembali.<\/p>\n\n\n\n

Mengapa bisa seperti itu? Mengapa kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti kehancuran akibat ulah BPPC bentukan Orde Baru pada periode 90an bisa terulang kembali? Karena memang ke arah sana tujuan dari dinaikkannya cukai rokok di negeri ini. Ada kekuatan global yang menghendaki itu semata-mata karena alasan persaingan bisnis yang menggiurkan. Bukan alasan kesehatan atau alasan lain-lain yang mereka bikin-bikin itu.<\/p>\n\n\n\n

Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance<\/em> (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas<\/em>, wilayah Asean menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 36% dari total penduduk Indonesia. Di dunia, jumlah perokok asal Indonesia hanya kalah dari China. Indonesia menempati peringkat kedua jumlah perokok terbesar di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kenaikan cukai sangat besar, mula-mula berdampak pada naiknya harga jual rokok secara besar-besaran. Rata-rata, harga jual rokok di pasaran naik sebesar 35 persen. Kenaikan harga jual rokok sebesar itu menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap konsumen. Penjualan rokok diperkirakan menurun jauh tahun ini, imbas langsungnya, pemasukan negara lewat cukai juga akan menurun.<\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, efek domino terhadap kenaikan cukai ini juga berimbas pada sektor pertanian tembakau dan cengkeh. Sektor yang menopang bahan baku utama industri kretek nasional. Pada musim panen tembakau tahun lalu saja, sebelum cukai betul-betul naik akan tetapi pengumuman resmi perihal kenaikan cukai telah dikeluarkan, sektor pertembakauan terlihat lesu. Pembelian tembakau hasil panen petani oleh pabrikan-pabrikan rokok tidak sebergeliat tahun-tahun sebelumnya. Pabrikan mengurangi pembelian bahan baku sekaligus mengajukan penawaran harga yang tidak terlalu tinggi guna mengantisipasi menurunnya pembelian rokok kretek akibat naiknya harga rokok setelah cukai naik.<\/p>\n\n\n\n

Tak berbeda jauh dengan tembakau, sektor pertanian cengkeh yang juga menjadi sektor penting dalam industri rokok kretek nasional terkena imbas akibat pengumuman kenaikan cukai. Pada musim panen cengeh terakhir, harga beli cengeh dari petani mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini terjadi secara merata mulai dari Aceh hingga Maluku, daerah-daerah yang merupakan wilayah penghasil cengkeh nasional. Harga beli cengkeh menurun drastis meskipun kualitas panenan cengkeh petani tahun ini cukup bagus. Harga beli di petani turun antara Rp10.000 hingga Rp35.000, angka yang sangat signifikan dan cukup mengkhawatirkan. Jika ini terus-menerus dibiarkan, bukan tak mungkin kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti yang terjadi pada periode 90an di negeri ini bisa terulang kembali.<\/p>\n\n\n\n

Mengapa bisa seperti itu? Mengapa kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti kehancuran akibat ulah BPPC bentukan Orde Baru pada periode 90an bisa terulang kembali? Karena memang ke arah sana tujuan dari dinaikkannya cukai rokok di negeri ini. Ada kekuatan global yang menghendaki itu semata-mata karena alasan persaingan bisnis yang menggiurkan. Bukan alasan kesehatan atau alasan lain-lain yang mereka bikin-bikin itu.<\/p>\n\n\n\n

Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance<\/em> (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas<\/em>, wilayah Asean menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 36% dari total penduduk Indonesia. Di dunia, jumlah perokok asal Indonesia hanya kalah dari China. Indonesia menempati peringkat kedua jumlah perokok terbesar di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Setiap tahun, cukai rokok memang mengalami kenaikan, tetapi biasanya angka kenaikan selalu di bawah 10 persen guna menjamin sehatnya industri kretek dalam negeri. Kenaikan cukai pada angka yang di luar batas kewajaran ini memberi dampak yang sangat besar bagi industri kretek. <\/p>\n\n\n\n

Kenaikan cukai sangat besar, mula-mula berdampak pada naiknya harga jual rokok secara besar-besaran. Rata-rata, harga jual rokok di pasaran naik sebesar 35 persen. Kenaikan harga jual rokok sebesar itu menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap konsumen. Penjualan rokok diperkirakan menurun jauh tahun ini, imbas langsungnya, pemasukan negara lewat cukai juga akan menurun.<\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, efek domino terhadap kenaikan cukai ini juga berimbas pada sektor pertanian tembakau dan cengkeh. Sektor yang menopang bahan baku utama industri kretek nasional. Pada musim panen tembakau tahun lalu saja, sebelum cukai betul-betul naik akan tetapi pengumuman resmi perihal kenaikan cukai telah dikeluarkan, sektor pertembakauan terlihat lesu. Pembelian tembakau hasil panen petani oleh pabrikan-pabrikan rokok tidak sebergeliat tahun-tahun sebelumnya. Pabrikan mengurangi pembelian bahan baku sekaligus mengajukan penawaran harga yang tidak terlalu tinggi guna mengantisipasi menurunnya pembelian rokok kretek akibat naiknya harga rokok setelah cukai naik.<\/p>\n\n\n\n

Tak berbeda jauh dengan tembakau, sektor pertanian cengkeh yang juga menjadi sektor penting dalam industri rokok kretek nasional terkena imbas akibat pengumuman kenaikan cukai. Pada musim panen cengeh terakhir, harga beli cengeh dari petani mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini terjadi secara merata mulai dari Aceh hingga Maluku, daerah-daerah yang merupakan wilayah penghasil cengkeh nasional. Harga beli cengkeh menurun drastis meskipun kualitas panenan cengkeh petani tahun ini cukup bagus. Harga beli di petani turun antara Rp10.000 hingga Rp35.000, angka yang sangat signifikan dan cukup mengkhawatirkan. Jika ini terus-menerus dibiarkan, bukan tak mungkin kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti yang terjadi pada periode 90an di negeri ini bisa terulang kembali.<\/p>\n\n\n\n

Mengapa bisa seperti itu? Mengapa kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti kehancuran akibat ulah BPPC bentukan Orde Baru pada periode 90an bisa terulang kembali? Karena memang ke arah sana tujuan dari dinaikkannya cukai rokok di negeri ini. Ada kekuatan global yang menghendaki itu semata-mata karena alasan persaingan bisnis yang menggiurkan. Bukan alasan kesehatan atau alasan lain-lain yang mereka bikin-bikin itu.<\/p>\n\n\n\n

Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance<\/em> (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas<\/em>, wilayah Asean menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 36% dari total penduduk Indonesia. Di dunia, jumlah perokok asal Indonesia hanya kalah dari China. Indonesia menempati peringkat kedua jumlah perokok terbesar di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tahun ini, 2020, adalah tahun yang cukup berat\u2014jika bukan yang terberat\u2014bagi industri kretek yang menjadi salah satu industri kebanggaan nasional. Bagaimana tidak, sepanjang sejarah industri ini hadir di negeri ini, tahun ini cukai rokok naik dengan angka kenaikan yang di luar kewajaran, 23 persen. <\/p>\n\n\n\n

Setiap tahun, cukai rokok memang mengalami kenaikan, tetapi biasanya angka kenaikan selalu di bawah 10 persen guna menjamin sehatnya industri kretek dalam negeri. Kenaikan cukai pada angka yang di luar batas kewajaran ini memberi dampak yang sangat besar bagi industri kretek. <\/p>\n\n\n\n

Kenaikan cukai sangat besar, mula-mula berdampak pada naiknya harga jual rokok secara besar-besaran. Rata-rata, harga jual rokok di pasaran naik sebesar 35 persen. Kenaikan harga jual rokok sebesar itu menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap konsumen. Penjualan rokok diperkirakan menurun jauh tahun ini, imbas langsungnya, pemasukan negara lewat cukai juga akan menurun.<\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, efek domino terhadap kenaikan cukai ini juga berimbas pada sektor pertanian tembakau dan cengkeh. Sektor yang menopang bahan baku utama industri kretek nasional. Pada musim panen tembakau tahun lalu saja, sebelum cukai betul-betul naik akan tetapi pengumuman resmi perihal kenaikan cukai telah dikeluarkan, sektor pertembakauan terlihat lesu. Pembelian tembakau hasil panen petani oleh pabrikan-pabrikan rokok tidak sebergeliat tahun-tahun sebelumnya. Pabrikan mengurangi pembelian bahan baku sekaligus mengajukan penawaran harga yang tidak terlalu tinggi guna mengantisipasi menurunnya pembelian rokok kretek akibat naiknya harga rokok setelah cukai naik.<\/p>\n\n\n\n

Tak berbeda jauh dengan tembakau, sektor pertanian cengkeh yang juga menjadi sektor penting dalam industri rokok kretek nasional terkena imbas akibat pengumuman kenaikan cukai. Pada musim panen cengeh terakhir, harga beli cengeh dari petani mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini terjadi secara merata mulai dari Aceh hingga Maluku, daerah-daerah yang merupakan wilayah penghasil cengkeh nasional. Harga beli cengkeh menurun drastis meskipun kualitas panenan cengkeh petani tahun ini cukup bagus. Harga beli di petani turun antara Rp10.000 hingga Rp35.000, angka yang sangat signifikan dan cukup mengkhawatirkan. Jika ini terus-menerus dibiarkan, bukan tak mungkin kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti yang terjadi pada periode 90an di negeri ini bisa terulang kembali.<\/p>\n\n\n\n

Mengapa bisa seperti itu? Mengapa kehancuran sektor pertanian cengkeh seperti kehancuran akibat ulah BPPC bentukan Orde Baru pada periode 90an bisa terulang kembali? Karena memang ke arah sana tujuan dari dinaikkannya cukai rokok di negeri ini. Ada kekuatan global yang menghendaki itu semata-mata karena alasan persaingan bisnis yang menggiurkan. Bukan alasan kesehatan atau alasan lain-lain yang mereka bikin-bikin itu.<\/p>\n\n\n\n

Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance<\/em> (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas<\/em>, wilayah Asean menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 36% dari total penduduk Indonesia. Di dunia, jumlah perokok asal Indonesia hanya kalah dari China. Indonesia menempati peringkat kedua jumlah perokok terbesar di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Dalam 10 tahun terakhir, setiap tahunnya, penjualan rokok di Indonesia berkisar antara 300 dan 350 miliar batang. Empat produsen rokok terbesar di Indonesia yang menguasai pasar saat ini adalah PT. HM Sampoerna, PT. Gudang Garam Tbk, PT. Djarum, dan PT. Bentoel Internasional Investama.<\/p>\n\n\n\n

Data-data di atas, tentu saja angka yang menggiurkan. Pasar industri rokok di Indonesia sangat signifikan dan sudah barang tentu menjadi wilayah yang disasar pelaku industri rokok dunia. Sudah pasti, kue keuntungan dari konsumen rokok di Indonesia juga diincar pelaku industri rokok sekaligus industri farmasi di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya bagi mereka pelaku industri rokok dan farmasi dunia, pasar konsumen rokok di Indonesia merupakan konsumen yang sangat loyal kepada produk rokok kretek, produk rokok khas nasional yang sejauh ini produsennya merupakan produsen rokok nasional, atau, jika pun itu produsen rokok global, mereka tetap memproduksi dan mengambil bahan baku untuk produksi rokok kretek mereka dari Indonesia. Sejauh ini, lebih dari 95 persen konsumsi rokok di Indonesia adalah produk rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Kalah telak dalam persaingan dagang dengan produk rokok kretek, industri global tak tinggal diam. Salah satu usaha mereka adalah menekan pemerintah agar terus-menerus menaikkan cukai rokok nasional. Usaha lain yang mereka lakukan, lewat bantuan WHO, mereka menyusun apa yang disebut dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). FCTC, merupakan konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. FCTC ini terdiri dari 11 bab yang terbagi dalam 38 pasal yang isinya untuk mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok  dan pengendalian pasokan rokok.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu pasal dalam FCTC, berbicara tentang kandungan yang diperbolehkan dalam sebatang rokok yang boleh diedarkan di pasaran. Dalam salah satu pasal tersebut, kandungan aromatik di luar tembakau terlarang ada dalam sebatang rokok. Dengan kata lain, keberadaan cengkeh dalam sebatang rokok menjadi haram jika Indonesia menyetujui dan meratifikasi FCTC. Sejauh ini, Indonesia masih belum mau meratifikasi FCTC. Akan tetapi bukan tidak mungkin pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, yang artinya, membunuh industri kretek nasional sekaligus membunuh pertanian cengkeh nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Indikasi ke arah sana bukan tidak ada. Lewat Sri Mulyani yang begitu dekat dengan Bloomberg, bukan tak mungkin pemerintah Indonesia akan meratifikasi FCTC. Sudah menjadi rahasia umum, Bloomberg Initiatives menjadi lembaga yang begitu getol mengangkat isu rokok di Indonesia, dan salah satu tujuan besarnya adalah agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi FCTC. Dan Sri Mulyani, selain menteri keuangan negeri ini saat ini, Ia juga adalah bagian dari Bloomberg Initiatives.
<\/p>\n","post_title":"Upaya Membunuh Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"upaya-membunuh-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-20 09:57:36","post_modified_gmt":"2020-02-20 02:57:36","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6461","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6458,"post_author":"877","post_date":"2020-02-19 10:17:36","post_date_gmt":"2020-02-19 03:17:36","post_content":"\n

PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) itu salah satu badan usaha milik negara (BUMN) melalui Kementerian Keuangan, baru-baru ini menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bloomberg Philanthropies di Amerika Serikat (AS).\u00a0 Kerjasama keduanya dibungkus dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan di Indonesia.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Penandatangan kesepakatan SMI dan Bloomberg Philanthropies ini ancaman bagi Indonesia. Memang saat ini belum terlihat dampaknya, lambat laun akan menggerogoti kepentingan nasional. Arah utamanya menyerang sektor pertembakauan di Indonesia melalui pihak ketiga yaitu SMI dan Sri Mulyani. Kerjasama ini salah satu bentuk proxy war asing bertujuan menerapkan regulasi yang sangat merugikan bangsa, terlebih pada sektor pertembakauan. <\/p>\n\n\n\n

Proxy war dalam MoU ini sebagai bentuk ancaman serius bagi bangsa Indonesia dengan melemahkan kekuatan politik, ekonomi dan sosial budaya. Melalui SMI dan Sri Mulyani, Bloomberg Philanthropies dapat dengan leluasa mengendalikan program pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Salah besar jika Sri Mulyani bilang bahwa MoU ini akan membuat perubahan dan meraih kemajuan Bangsa. Justru melalui MoU ini, Indonesia akan terbelenggu dengan kepentingan asing, selanjutnya tidak mandiri. Sudah jelas, Bloomberg Philanthropies akan menyasar dan mempengaruhi kebijakan kepala-kepala daerah di Indonesia melalui SMI.<\/h4>\n\n\n\n

Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Bloomberg Philanthropies menggelontorkan uang besar-besaran dalam rangka mendanai perang terhadap tembakau. Dan Indonesia salah satu sasaran utamanya. Dana Bloomberg Philanthropies bukan murni sumbangan yang bertujuan mulia. Dibaliknya ada kepentingan yang lebih besar salah satunya agenda merebut pasar nikotin dunia. Sehingga yang dilakukan sangat sistematis, kali petama menggandeng organisasi kesehatan dunia (WHO) yang kemudian melahirkan kebijakan liberalisasi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu bentuk kebijakan liberalisasi kesehatan tersebut terdapat oknum dokter tidak lagi berfungsi seratus persen menyehatkan masyarakat, namun lebih pada kepanjangan tangan dari industri farmasi,  bahasa sederhananya agen farmasi. Lebih lanjut, Bloomberg Philanthropies memposisikan WHO sebagai ujung tombak industri farmasi untuk serangkaian aktivitas memerangi sektor pertembakauan dengan cap jahat terhadap industri tembakau. Hingga membiayai riset untuk menggali beberapa penyakit dampak dari tembakau. <\/p>\n\n\n\n

Upaya Bloomberg Philanthropies ini antitesis hasil penelitian yang dilakukan Monica Study diumumkan dan dipublikasikan dalam The Europen Cangress of Cardiology in Vienna<\/em> pada bulan Agustus 1998 yang mengungkapkan tidak ada kaitannya antara penyakit serangan jantung dengan resiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol tinggi. <\/p>\n\n\n\n

Kedua, Bloomberg Philanthropies mendorong pemberlakukan kebijkan kontrol tembakau di berbagai Negara termasuk Indonesia. Dengan mendorong setiap negara untuk menaikkan komponen pajak tembakau melalui pungutan cukai rokok. Dengan naikkanya cukai pasti diiringi kenaikan harga rokok di pasaran, memberikan ruang dan tempat bagi industri farmasi bersaing kometitif merebut pasar nikotin. Ketiga, mendorong pemberlakukan larangan merokok ditempat tertentu, berfungsi memberikan tekanan psikologis terhadap perokok atau konsumen. Dengan mengkampanyekan rokok dapat membunuh si perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok. <\/p>\n\n\n\n

 Keempat, mempromosikan berhenti merokok dan penanganan kecanduan rokok (nikotin). Frase yang dibangun tidak hanya kesehatan individu (perokok) melebar ke permasalahan publik dengan mengusung kegiatan Global health<\/em> (kesehatan global). Hal ini sangat menguntungkan industri farmasi menggantikan nikotin dengan produk terapi. <\/p>\n\n\n\n

Dari keempat agenda  Bloomberg Philanthropies di atas, kemudian lahir agenda besar lainnya, seperti hari tanpa tembakau sedunia, proyek bebas tembakau (tobacco free initiative<\/em>) dan Framework Convention on Tobacco Control<\/em> (FCTC). Program FCTC ini didorong kuat Bloomberg Philanthropies. <\/p>\n\n\n\n

Sasaran utama FCTC membentuk agenda global untuk regulasi pertembakauan, dengan tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian konsumsi, yang selanjutnya memfasilitasi akses jangkauan pengobatan ketergantungan dengan produk farmasi dengan agenda utamanya merebut pasar nikotin untuk keperluan farmasi. <\/p>\n\n\n\n

Ratifikasi atau pengesahan FCTC ini lah ujung dari sasaran MoU antara SMI, Sri Mulyani dengan Bloomberg Philanthropies dan  Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS berkedok agenda SDGs (program pembangunan berkelanjutan) di Indonesia. Dalam MoU tersebut, Bloomberg Philanthropies akan memberikan bantuan teknis dan saran pada SMI, serta akan mendorong agar kepala daerah mengambil dan membuat kebijakan sesui agenda FCTC, yaitu pengendalian konsumsi tembakau. Tak hanya itu, dengan dalih SDGs, Bloomberg Philanthropies akan mendesak terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menandatangani pengesahan FCTC melalui SMI dan Sri Mulyani sebagai motor penggerak garda depan.<\/p>\n\n\n\n

Ini agenda terjahat dan akan membunuh mata rantai pencaharian jutaan jiwa masyarakat  Indonesia dalam mata rantai sektor pertembakaun. Ada petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri, karyawan industri, dan banyak lagi sektor ekonomi lainnya pengaruh dari sektor pertembakauan (multi player effect). Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani dengan MoU tersebut sifatnya hanyalah kepentingan sesaat dan ambisi satu kelompok dan individu. Menafikan kepentingan jangka panjang, kepentingan nasional bahkan sudah keluar dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Buktinya, sektor pertembakauan untuk keberlanjutannya dari dulu selalu mandiri, mulai dari penai, buruh hingga industriya. Dengan kemandiriannya, justru dapat membantu dan menolong hajat orang banyak, sumbangan kas Negara, untuk pembangunan bahkan bermanfaat untuk pembiayaan kesehatan masyarakat, semuanya melalui pungutan pajak berbentuk cukai. <\/p>\n\n\n\n

Lalu apa yang salah dengan petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, industri, buruh industri dan yang lainnya hingga Sri Mulyani tega akan membunuhnya)?. Apa yang telah dilakukan SMI dan Sri Mulyani  akan berdampak demikian. SMI dan Sri Mulyani tega menjadi antek kepentingan asing dalam hal ini Bloomberg Philanthropies dan Michael Bloomberg orang terkaya ke-9 di AS.
<\/p>\n","post_title":"Kedok SDGs PT. SMI dan Sri Mulyani untuk Menghamba kepada Bloomberg Philanthropies","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kedok-sdgs-pt-smi-dan-sri-mulyani-untuk-menghamba-kepada-bloomberg-philanthropies","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-19 10:17:44","post_modified_gmt":"2020-02-19 03:17:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6458","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6451,"post_author":"883","post_date":"2020-02-15 11:33:23","post_date_gmt":"2020-02-15 04:33:23","post_content":"\n

Dari pemikir sistem ekonomi Indonesia, Sukarno (Ekonomi Berdikari), Mohammad Hatta (Demokrasi Ekonomi), Sutan Sjahrir (Sosialisme Kerakyatan) hingga Mubyarto (Ekonomi Pancasila), semuanya menyimpulkan perekonomian negara ini perlu disusun dengan karakteristik khas yang bertumpu pada konsep kerakyatandengan berorientasi memberdayakan kekuatan ekonomi rakyat.
<\/p>\n\n\n\n

Adapun kebijakan untuk mencapai kemandirian ekonomi tersusun dalam langkah-langkah stategis sebagai berikut: pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dalam rangka pemberantasan kemiskinan, penegasan orientasi kepada pasar domestik, pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah-daerah, dan kegiatan ekonomi dengan bertumpu pada pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sampai sekarang, industri kretek satu-satunya kegiatan ekonomi yang mengakomodir langkah-langkah mencapai kemandirian ekonomi
<\/p>\n\n\n\n

PEMENUHAN KEBUTUHAN POKOK RAKYAT DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEMISKINAN<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Aktivitas ekonomi industri kretek, dari hulu hingga hilir, telah menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan memberikan pendapatan bagi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok serta terhindar dari jerat kemiskinan. Di hulu, petani tembakau dan cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anak. 
<\/p>\n\n\n\n

Di hilir industri kretek banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan sebagai pelinting yang memberikan kontribusi besar bagi ketahanan ekonomi keluarga.<\/p>\n\n\n\n

Pendapatan mereka memang tidak secara langsung masuk hitungan pendapatan nasional. Tetapi keberadaan industri kretek membantu pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang dihasilkan dari upaya budidaya tembakau, cengkeh dan pekerjaan yang dihadirkan dari sektor pengolahan dan pemasaran.
<\/p>\n\n\n\n

Nilai ekonomi yang digerakkan dari sektor industri kretek nasional besarannya tak main-main, sebanyak 200 triliun rupiah disumbangkan industri ini untuk pendapatan negara hanya dari sektor pajak. Belum dihitung perputaran roda ekonomi yang bergerak dari hulu hingga hilir, sehingga roda perekonomian rakyat terus bergerak bagi pemenuhan kesejahteraan.
<\/p>\n\n\n\n

PENEGASAN ORIENTASI PASAR DOMESTIK<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Dari sekian banyak industri pertanian di Indonesia, sebagian besarnya berorientasi untuk memenuhi kebutuhan ekspor semata. Hal ini terlihat dari industri kelapa sawit (CPO), kakao, karet yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tentu nilai tambah yang dihasilkan dari komoditi-komoditi ini malah menguntungkan negara pengolah. Di samping itu aktivitas ekonomi yang diakibatkan darinya rentan ambruk tertimpa krisis ekonomi.
<\/p>\n\n\n\n

Kenyataan yang berbeda terlihat dari industri kretek. Komoditi-komoditi yang dibutuhkan hampir keseluruhannya berasal dari dalam negeri, pengelolaannya di dalam negeri, dan konsumen terbesarnya di dalam negeri. Itulah yang membuat industri kretek lebih tahan dari krisis ekonomi yang datang dari luar dan memberikan dampak yang berlipat karena nilai tambahnya diperoleh oleh bangsa Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

PEMERATAAN DAN PENYEBARAN PEMBANGUNAN KE DAERAH<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Integrasi industri kretek dari hulu hingga hilir tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia. Terutatama untuk budidaya komoditi cengkeh yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Hasil produksi cengkeh secara keseluruhan terdapat di 29 provinsi di Indonesia, 96 persen di antaranya untuk menunjang kebutuhan industri kretek. 
<\/p>\n\n\n\n

Dan masih terdapat budidaya perkebunan tembakau yang terdapat di 15 provinsi dan terdapat 6 provinsi sebagai tempat pengelolaan industri kretek. Industri kretek mempunyai efek luas bagi perekonomian bangsa sebab menyatukan hampir semua kawasan Kepulauan Nusantara. Tidak ada industri lain yang sanggup menandingi peran industri kretek dalam mendistribusikan pendapatan rakyat di hampir seluruh kawasan Indonesia.
<\/p>\n\n\n\n

Sumbangsih lainnya yang diberikan industri kretek bagi pemerataan dan penyebaran pembangunan ke daerah adalah melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Jumlah DBHCHT yang dialokasikan kepada daerah-daerah sebesar 2% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selanjutnya, DBH-CHT diatur terpisah dan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
<\/p>\n\n\n\n

BERTUMPU PADA PENGEMBANGAN SDA DAN SDM<\/strong>
<\/h2>\n\n\n\n

Industri kretek merupakan perpaduan antara industri pengembangan sumber daya alam (SDA) unggulan serta diolah dengan kerja sumber daya manusia (SDM) yang bercirikan industri padat karya. Perpaduan ini yang membuat posisi industri kretek di satu sisi menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan oleh negara lain. Juga dalam pengelolaan yang bertumpu pada SDM menjadikan industri ini tidak memiliki ketergantungan teknologi yang besar dari negara maju.
<\/p>\n\n\n\n

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.
<\/p>\n\n\n\n

Tenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.<\/p>\n\n\n\n

\"kretek<\/figure>\n","post_title":"Kretek dan Konsep Kemandirian Ekonomi","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-dan-konsep-kemandirian-ekonomi","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-15 11:33:25","post_modified_gmt":"2020-02-15 04:33:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6451","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6448,"post_author":"878","post_date":"2020-02-13 10:50:11","post_date_gmt":"2020-02-13 03:50:11","post_content":"\n

Kemarin, di Republika online, saya membaca berita perihal Om Indro yang mengeluarkan pernyataan bahwa Ia merasa jantan usai memutuskan berhenti merokok pada 1998. Lantas, apakah sebelum 1998, pada masa puncak kejayaan Om Indro bersama Warkop DKI, Om Indro tidak merasa jantan? Gile lu, Ndro!

\n(Link berita ada di sini: https:\/\/m.republika.co.id\/amp\/q5j85d414?__twitter_impression=true)

\nSebelum bercerita perihal keberhasilannya Berhenti merokok, Om Indro mengaku sebagai perokok berat dengan sedikitnya empat bungkus rokok Ia isap setiap harinya. Berikut pernyataan Om Indro yang saya cuplik langsung dari laman berita di Republika:

\n\"Saya seorang tester, tingkatan perokok tertinggi. Saya di atas heavy smoker, empat bungkus (rokok) sehari,\" ungkap Indro saat menghadiri pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Cancer Information and Support Center (CISC) for Lung, di Jakarta.

\nSayangnya, Om Indro tidak menceritakan bagaimana kondisi kesehatannya selama Ia aktif merokok dan bahkan menjadi perokok berat sesaat sebelum Ia berhenti merokok pada 1998. Ia hanya menceritakan kondisi kesehatannya sesaat setelah berhenti merokok yang menurutnya, Ia menderita gejala putus nikotin dengan tanda-tanda gangguan pada sistem di mulut dan kerongkongannya, Ia kesulitan menelan sesuatu usai berhenti merokok.

\n\"Fisik saya sakit, tapi otak saya tidak. Saya punya kesadaran,\" kata Indro.

\nLebih lanjut, usai berhasil berjuang untuk berhenti merokok, Om Indro kemudian mengeluarkan pernyataan yang saya kira, sangat tidak tepat, Ia bilang Ia merasa jantan karena berhasil melawan hawa nafsu. Medioker sekali rokok ini sehingga dianggap tidak jantan dan sekadar godaan hawa nafsu yang dikendalikan syaitonnirojim.

\n\"Saya merasa menang menghadapi hawa nafsu saya sendiri, saya merasa laki, merasa jantan,\" ucap Indro.

\nBerita itu ditutup dengan pernyataan Om Indro yang khas antirokok, juga khas mereka yang sebelumnya aktif merokok lantas memutuskan berhenti merokok. Bahwa tak ada kebaikan sama sekali dari rokok, dilanjut dengan argumen basi perihal perokok pasif.

\nDari fenomena ini, saya melihat kekhasan mereka yang berhenti merokok lantas menyalah-nyalahkan kebiasaan mereka sebelumnya. Fenomena ini mirip orang yang pindah agama kemudian menyalahkan agama yang Ia anut sebelumnya, atau fenomena model hijrah-hijrahan yang selanjutnya merasa paling benar dan menyalahkan banyak hal sebelum Ia berhijrah.

\nDari sekian banyak komentar Om Indro tentang merokok dan berhenti merokok, yang cukup menggelitik saya adalah perihal merasa laki, merasa jantan usai berhenti merokok. Tak ada bedanya dengan mereka yang berargumen bahwa mereka yang merokok adalah jantan. Bagi saya, keduanya sama-sama salah.

\nBahwa merokok atau tidak, sama sekali tidak menentukan kejantanan seseorang. Kejantanan, adalah kodrat ilahiah. Jantan atau tidaknya seseorang, murni takdir dari Yang Kuasa. Jika seseorang terlahir sebagai pria, maka jantanlah Ia. Tak ada kaitannya sama sekali dengan merokok atau tidak.

\nPernyataan Om Indro semacam itu, sangat berbahaya karena jika memakai logika Om Indro, artinya laki-laki yang merokok tidak jantan, oposisi binernya menjadi betina. Lantas bagaimana dengan perempuan yang tidak merokok? Bukankah jika memakai logika Om Indro ini berarti perempuan itu jantan. Sehingga untuk menjadi betina, sesuai dengan kodratnya, perempuan mesti merokok.

\nSaya kira, cukuplah sudah pernyataan-pernyataan bias gender semacam itu dikaitkan dengan jantan atau tidaknya seseorang. Merokok atau tidak, tak ada kaitannya dengan jantan atau tidaknya seseorang. Lagi pula, selama memenuhi syarat dan aturan yang berlaku, merokok adalah hak setiap orang, baik laki-laki atau pun perempuan.

\nSaya menghormati orang yang memutuskan untuk tidak merokok, atau berhenti merokok, sama seperti saya menghormati orang yang memutuskan untuk merokok. Entah itu laki-laki atau perempuan. Tak ada kaitannya sama sekali dengan jantan atau betinanya seseorang. Itu murni hak, jika memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku.

\nJadi, menanggapi pernyataan Om Indro terkait kejantanan seseorang lewat berhenti merokok, saya meminjam ujaran Almarhum Kasino dalam banyak film Warkop DKI, \"Gile lu, Ndro!\"<\/p>\n","post_title":"Om Indro, Jantan atau Tidaknya Seseorang Tidak Ditentukan dari Merokok atau Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"om-indro-jantan-atau-tidaknya-seseorang-tidak-ditentukan-dari-merokok-atau-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-13 10:50:20","post_modified_gmt":"2020-02-13 03:50:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6448","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6445,"post_author":"878","post_date":"2020-02-11 10:52:34","post_date_gmt":"2020-02-11 03:52:34","post_content":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_title":"Mengambil Peran dalam Wujudkan Kretek Sebagai Warisan Budaya","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"mengambil-peran-dalam-wujudkan-kretek-sebagai-warisan-budaya","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-04 10:58:55","post_modified_gmt":"2024-01-04 03:58:55","post_content_filtered":"\r\n

Kretek is a ubiquitous feature of a daily life in indonesia and can be found in the most diverse circumstances, from religious ceremonies to work of art and literature.\u201d
\u2013Mark Hanusz<\/p>\r\n

Mulanya secara tak sengaja, Haji Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau yang biasa ia isap. Itu ia lakukan karena sebelumnya Ia menggunakan minyak cengkeh sebagai obat oles di beberapa bagian tubuh untuk mengobati penyakit asma yang ia derita. Haji Djamhari merasa cocok dengan citarasa lintingan tembakau yang ia olesi dengan minyak cengkeh tersebut.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya ia bereksperimen lebih dalam, tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakau, tetapi menambahkan sejumput cengkeh kering dalam lintingan tembakau yang biasa ia isap. Rasanya juga cocok. Lebih dari itu, menurut pengakuannya, sesak nafas akibat asma yang Ia derita kian hari kian berkurang usai ia rutin mengonsumsi lintingan tembakau yang dicampur cengkeh kering.<\/p>\r\n

Itu terjadi pada akhir abad 19. Racikan milik Haji Djamhari itu kelak di kemudian hari dikenal dengan nama \u2018kretek\u2019. Penamaan ini berdasar suara lintingan tembakau campur cengkeh yang dibakar dan diisap mengeluarkan bunyi kemeretek.<\/p>\r\n

Perlahan kemudian, kretek mulai dikenal masyarakat luas. Sebelumnya, tradisi mencampur lintingan tembakau dengan rupa-rupa bahan lainnya biasa dilakukan masyarakat Nusantara. Namun, setelah racikan tembakau dan cengkeh ditemukan dalam sebuah produk bernama kretek, keberadaannya mendominasi rokok-rokok yang ada di negeri ini.<\/p>\r\n

Dari yang awalnya sekadar uji coba, kemudian menjadi konsumsi rumahan, kretek lantas diproduksi secara massal dan diperdagangkan di kios-kios dan warung-warung di banyak tempat di negeri ini. Di Kudus, Nitisemito yang memulai semua itu. Ia mengubah kretek yang sebelumnya sekadar barang konsumsi rumahan yang diracik sendiri, menjadi sebuah industri yang perlahan merangkak menjadi besar. Bahkan, begitu besar sehingga Nitisemito dikenal sebagai jutawan di negeri ini sebelum Indonesia merdeka karena usahanya yang sukses di bidang kretek.<\/p>\r\n

Tradisi Kretek<\/h3>\r\n

Tradisi yang melibatkan tembakau dalam keseharian masyarakat Nusantara memang sudah ada sejak jauh-jauh hari. Sejak tembakau<\/a> dikenal sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat Nusantara. Dua cara yang lazim digunakan untuk mengonsumsi tembakau adalah dengan cara dikunyah, dan dibakar lantas diisap. Dua abad terakhir, peran tembakau yang masuk dalam relung kehidupan masyarakat Nusantara diambil alih oleh kretek.<\/p>\r\n

Seperti yang ditulis Mark Hanusz, yang cuplikan tulisannya saya kutip di atas, kretek bukan lagi sekadar bahan konsumsi belaka, ia menjelma menjadi fitur kehidupan sehari-hari yang turut serta dalam ritual-ritual keagamaan, ritual-ritual adat dan kebudayaan, merasuk dalam karya seni dan sastra, terintegrasi dalam keseharian masyarakat Nusantara. Hanusz menambahkan, posisi kretek kini bukan sekadar komoditas ekonomi belaka, kretek kini adalah sebuah identitas, sebuah identitas ke-Indonesia-an<\/a>.<\/p>\r\n

Sejak dahulu kala, kretek (yang mengandung cengkeh di dalamnya) merupakan magnet kuat yang menarik dunia barat datang ke negeri ini hingga akhirnya menjajah bangsa ini. Sebagai tanaman dan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, komoditas ini kemudian menjelma sebagai bagian dalam hidup masyarakat, dan ikut mengambil peran dalam membentuk sebuah kebudayaan.<\/p>\r\n

Tak bisa dimungkiri, keberadaan kretek yang ditemukan anak negeri ini, hingga hari ini hanya ada di negeri ini, menjadi suatu kekhasan tersendiri dalam tradisi dan budaya mengisap di dunia. Penemuan ini sudah semestinya dihargai sebagai suatu bentuk warisan budaya, sebuah kebanggaan nasional, bukannya malah menistakan kretek dengan dalih dan argumen yang berupa-rupa bentuknya. Kretek sudah semestinya diakui sebagai sebuah Warisan Budaya Tak Benda.<\/p>\r\n

Dalam Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage), warisan budaya tak beda didefinisikan sebagai:
\u201cPraktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, dan keterampilan\u2014serta instrumen, objek, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya\u2014yang diakui oleh masyarakat, kelompok, dan bahkan dalam beberapa kasus, individu, sebagai bagian dari warisan budaya mereka. Warisan budaya tak benda ditransmisikan dari generasi ke generasi dan diciptakan berulang-ulang secara terus-menerus oleh komunitas dan kelompok dalam rangka merespons (kebutuhan di) lingkungan mereka, interaksi mereka dengan alam sekitar, dan sejarah mereka. Warisan budaya tak benda tersebut memfasilitasi masyarakat dalam rangka membangun identitas dan eksistensi serta mempromosikan penghormatan atas keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.\u201d<\/p>\r\n

Peran dari Perokok untuk Meneruskan Budaya Indonesia<\/h3>\r\n

Lantas, apa peran kita sebagai pencinta dan penikmat kretek untuk ikut mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui masyarakat dunia? Tiap-tiap lapisan memiliki perannya masing-masing.<\/p>\r\n

Para petani tembakau dan cengkeh, mengambil peran dalam mewujudkan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan cara terus menanam dan menanam. Menjaga dan merawat tanaman mereka agar kelak setiap tahunnya bisa dipanen sebagai bahan baku pembikin kretek. Pabrik-pabrik rokok kretek nasional, mengambil peran dengan cara terus memproduksi produk rokok kretek berkualitas sebagai produk unggulan.<\/p>\r\n

Para pekerja pelintingan rokok kretek di pabrik-pabrik, mengambil peran dengan cara terus bekerja dengan sebaik-baiknya agar produk kretek yang mereka hasilkan lewat kerja tangan mereka benar-benar berkualitas dengan citarasa mewah. Lantas, sebagai konsumen rokok kretek, peran yang bisa diambil tentu saja dengan tetap memilih kretek dibanding jenis rokok<\/a> lain sebagai konsumsi sehari-hari.<\/p>\r\n

Di luar itu, kita semua juga bisa menyuarakan dan menuntut pemerintah atau siapapun itu yang berwenang untuk segera mengurus pengakuan kretek sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Suara-suara itu, tentunya akan lebih keras lagi didengungkan oleh elemen-elemen yang biasa mengadvokasi sektor kretek, seperti kelompok tani, komunitas-komunitas yang berlatar belakang kretek semisal Komunitas Kretek, dan tentu saja Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) yang berkomitmen terus memperjuangkan kretek dalam kerja-kerja kesehariannya.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6445","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6439,"post_author":"883","post_date":"2020-02-08 10:04:41","post_date_gmt":"2020-02-08 03:04:41","post_content":"\n

Industri kretek telah membuktikan kebertahanannya selama kurang lebih 130 tahun bertumbuh kembang di Indonesia. Pasang-surut menghadapi tantangan zaman sejak masa kolonial sampai masa kekinian\u2013menjadikannya industri yang peka zaman. Industri kretek masih terus memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, baik itu bagi pertanian, penyediaan lapangan kerja, jaminan sosial, pendapatan negara dan pengembangan kebudayaan bangsa. Kontribusi besar ini meringankan pelaksanaan roda pemerintahan. Sejumlah kementerian diuntungkan dengan keberadaan industri kretek.

\nBerkaitan dengan kontribusi industri kretek terhadap pertanian melalui dua komoditas unggulan, tembakau dan cengkeh. Keduanya tak dapat terpisahkan dari keberadaan industri kretek sebagai satu-satunya industri yang menyerap hampir seluruh hasil panen dua komiditas tersebut.

\nOleh karenanya Kementerian Pertanian mempunyai kepentingan atas keberlanjutan industri kretek. Peningkatan luas lahan tembakau sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 22 ribu hektar, dengan peningkatan jumlah produksi nasional sekitar 42 ribu ton, dan produktivitasnya kini mencapai 47 kilogram per hektar.

\nBegitupun dengan pertanian cengkeh juga mengalami peningkatan lahan sejak tahun 2009 - 2013 sekitar 9 ribu hektar. Hal ini mengakibatkan total produksi nasional juga bertambah sekitar 4,3 ribu ton, dengan tingkat produktivitas rata-rata per hektar lahan bertambah 19 kilogram.

\nKontribusi Bagi Penyediaan Lapangan Kerja\n
\nKementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai kepentingan berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh keberadaan industri kretek. Serapan tenaga kerja dalam produksi industri kretek diperkirakan sejumlah 30,5 juta jiwa baik langsung maupun yang tak langsung.

\nTenaga kerja yang berhubungan langsung, yaitu petani dan buruh tani tembakau sekitar 6 juta jiwa. Petani dan buruh tani cengkeh sekitar 5 juta jiwa. Buruh linting kretek sekitar 600.000 jiwa. Secara keseluruhannya adalah 11.6 juta jiwa. Sisanya, sebesar 18.9 juta jiwa tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan industri kretek. Sifat dari industri rokok kretek mempunyai multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Temasuk di antaranya tenaga kerja untuk transportasi, distribusi dan periklanan.

\nKontribusi Hak Jaminan Sosial dan CSR

\nKementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mempunyai peran untuk menjamin hak mendapatkan pekerjaan dan hak jaminan sosial bagi orang-orang yang terlibat dalam matai rantai industri kretek. Setiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial. Hal ini diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial, dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

\nJaminan sosial untuk pekerja adalah jaminan untuk melindungi setiap pekerja dari ancaman keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam rangka mencapai pembangunan nasional. Diutamakan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual.

\nJaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi setiap buruh pabrik kretek merupakan tanggung jawab perusahaan. Keanggotaan buruh dalam Jamsostek difungsikan untuk\n
\njaminan kesehatan dan pengobatan, kecelakaan kerja, perawatan kehamilan dan persalinan, cacat atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan, dan lain sebagainya.\n
\nTanggung jawab lain yang berhak didapatkan masyarakat dari perusahaan kretek adalah pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

\nKontribusi Bagi Pendapatan Negara

\nKementerian Keuangan mempunyai kepentingan berkaitan dengan\n
\nmenjaga sumber pendapatan negara melalui komponen cukai dan pajak yang diberikan industri kretek.

\nCukai rokok memang menjadi primadona dalam pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren positif pertumbuhan pendapatan negara dari cukai rokok sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp158 triliun di tahun 2018-2019. Dari sektor pajak rokok ini turut menyumbang sekitar 9-11 persen terhadap total keseluruhan penerimaan negara dalam APBN.

\nJika sektor migas seringkali digadang-gadang sebagai sektor yang memberikan keuntungan bagi Indonesia, justru hanya mampu menyumbang 6 hingga 7 persen bagi Penerimaan Negara secara keseluruhan. Jika kita bandingkan lagi dengan pendapatan pemerintah dari sektor BUMN, industri kretek memberikan 3 kali lipat pendapatan yang lebih besar.

\nKontribusi Bagi Kesehatan Publik\n
\nIndustri kretek yang digadang-gadang oleh rezim kesehatan sebagai penyebab penyakit malah memberi kontribusi besar bagi program kesehatan di Indonesia. Di beberapa daerah penghasil tembakau \u2013seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lombok\u2013 aliran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) lebih dari 50 persen dana ini dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di masing-masing daerah. Begitu pula dengan penerapan UU Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang mengamanatkan 50 persen didistribusikan untuk program kesehatan daerah.

\nIndustri kretek dari cukai rokok juga berkontribusi sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Dana cukai rokok pada akhirmya berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

\nKontribusi Bagi Kebudayaan\n
\nKretek adalah identitas yang lahir dari alam dan pengetahuan lokal masyarakat Indonesia. Kretek tidak ada di negeri lain. Kretek tumbuh dan berkembang di negeri sendiri dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal di luar negeri.

\nKretek sebagai identitas budaya melingkupi semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, dari aspek perekonomian berkontribusi besar untuk peningkatan pendapatan negara dan penopang pembangunan nasional. Selain itu, industri ini pernah terlepas memberi sokongan pengembangan seni-budaya dan prestasi olahraga yang mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Termasuk dukunganya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan beasiswa
\nuntuk generasi muda Indonesia.
<\/p>\n","post_title":"Kretek Adalah Industri Strategis Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-adalah-industri-strategis-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-02-08 10:04:49","post_modified_gmt":"2020-02-08 03:04:49","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6439","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6422,"post_author":"877","post_date":"2020-01-30 10:22:17","post_date_gmt":"2020-01-30 03:22:17","post_content":"\n

Lagi-lagi rezim kesehatan melalui Kementerian Kesehatan ber-ulah. Mereka mengagendakan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012. Salah satu poin yang akan dipertegas adalah pelarangan menggunakan bahan tambahan ke produk olahan tembakau. Bagi stakeholder pertembakauan mengganggap salah satu penegasan yang akan dimasukkan pada revisi PP No 109 tersebut dinilai rancu dan kedepannya dianggap sebagai pasal karet. Revisi PP No 109 tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap industri rokok nasional berupa kretek. <\/p>\n\n\n\n


Sebelum menjelaskan korelasi revisi PP 109 dengan pelemahan nasionalisme dan penjelasan tentang pasal karet, terlebih dulu akan dibahas tentang PP 109 dan sedikit sejarah singkat kemunculannya. Biar nanti gamblang dan mata rantai penjelasan tak terputus. <\/p>\n\n\n\n


Terbitnya PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ini merupakan agenda dan dorongan dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahasa sederhananya FCTC itu sebagai upaya pengendalian, pengontrolan dan pengamanan produk tembakau. Sasaran utama FCTC tak lain upaya menghentikan konsumsi tembakau dengan mengarahkan bagi yang sudah ketergatungan tembakau untuk menggunakan produk farmasi. FCTC itu sendiri banyak kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109 ini ditandatangi pada tanggal 24 Desember, pada saat itu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kalau dilihat PP 109 ini seharusnya nomenklaturnya itu kesehatan, tapi nyatanya malah mengatur soal tataniaga dibalut dengan kerangka hukum nasional. Artinya domain kesehatan sudah masuk pada wilayah perdagangan. Hal ini sebagai bukti bahwa pelabelan tembakau sebagai zat adiktif yang dijelaskan pada PP 109 merupakan akal-akalan belaka, yang disodorkan rezim kesehatan dunia dan industri farmasi multinasional untuk mengambil alih nikotin. Artinya, baik FCTC dan PP 109\/2012 murni kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n


PP 109\/2012 ini bisa dikata sebagai pintu masuk banyaknya pasal karet, lebih haulsnya dinamai politik hukum yang dibuat asing untuk menjerat kepentingan nasional. Ambil contoh kalau memang rokok benar-benar membunuh manusia, kenapa dalam PP 109\/2012 ada pengecualian pembolehan rokok dengan low nikotin low tar. Sedangkan tembakau hasil bumi pertiwi dengan kearifan lokalnya tak mungkin bisa memenuhi aturan dalam PP 109\/2019 yang bisa hanyalah tembakau asing. Hal ini jelas membunuh kepentingan nasional dengan dalil kesehatan. <\/p>\n\n\n\n

Peduli terhadap kesehatan itu satu tindakan yang mulia, namun kalau sudah ditumpangi dengan politik dagang dan kepentingan asing itu sudah melenceng bahkan bisa dikata terlalu jahat. Karena memanfaatkan hal yang mulia dengan agenda jahat asing. Sayangnya pemerintahan Indonesia melalui rezim kesehatan belum sadar akan hal itu. <\/p>\n\n\n\n


Buktinya lagi, berbekal PP 109\/2012 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto mengatakan, merujuk pasal 12, ayat (1) Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 yang berbunyi setiap orang yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan kecuali telah dapat dibuktikan secara ilmiah bahan tambahan tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan. <\/p>\n\n\n\n


Masih dalam proses, pasal ini rencana akan direvisi dengan memperjelas pelarangan bahan tambahan seperti rasa buah, permen karet dan lain sebagainya. Alasannya rasa-rasa tersebut dapat menarik perhatian perokok pemula dan anak-anak, tutur Agus. <\/p>\n\n\n\n


Mengenai revisi pasal di atas, semua sepakat bagi anak-anak di bawah umur 18 tidak boleh merokok, sekalipun perokok berpendat demikian sesuai aturan yang berlaku. Yang jadi soal, pelarangan terhadap cita rasa rokok, yang ujung-ujungnya tidak akan berhenti pada cita rasa rasa buah atau permen karet. Pasti kedepan, asing mendesak lagi untuk melarangan semua model campuran pada tembakau yang dibuat rokok, jika revisi pasal di atas di sahkan. <\/p>\n\n\n\n


Perlu diketahui, rokok khas Indonesia itu campuran daun tembakau dan buah cengkeh, sehingga dinamai rokok ktetek. Sejarah telah mencatat demikian. Rokok kretek sangat beda dengan rokok asing. Rokok asing hanya memakai tembakau saja atau disebut \u201crokok putihan\u201d.
Jadi, yang menjadi kekhasan rokok indonesia campuran buah cengkeh. Dan cengkeh adalah tanaman asli bumi Nusantara. Ketika putra bangsa berkreasi dan berinovasi sehingga mencampur tembakau dengan buah cengkeh dan hasilnyapun menakjubkan, dapat sebagai media pengobatan. Perkembangannya, rokok kretek sangat disuka oleh orang-orang asing termasuk di AS. Setelah permintaan rokok kretek tiap tahunnya meningkat, akhirnya AS melarang peredaran rokok kretek di negaranya dengan diterbitkannya produk hukum pelarangan dengan dalil kesehatan. Akan tetapi rokok produk dalam negerinya sendiri tetap bebas beredar. Satu hal yang sangat jahat. Sayangnya Indonesia tidak seperti negara AS yang berani melarang rokok produk luar. <\/p>\n\n\n\n


Kalau diperhatikan dengan cermat semua aturan tentang pertembakauan yang ada di Indonesia itu sebagai agenda intervensi kepentingan asing untuk mematikan industri rokok kretek Nasional. Yang betul-betul jelas dihadapan mata, munculnya PP No. 109 tahun 2012 yang mengadopsi FCTC, dan sekarang mau dievisi lagi memperjelas pelarangan cita rasa, kalau saja revisi ini disahkan atau berlakukan, maka agenda kedepan akan menghilangkan buah cengkeh sebagai campuran dalam pengolahan daun tembakau menjadi rokok kretek ciri khas Indonesia. <\/p>\n\n\n\n


Kalau itu terjadi konsekwensinya rokok kretek tinggal kenangan dalam sejarah, tamatlah industri kretek Indonesia, tamatlah buruh industri, tamatlah petani tembakau indonesia, tamatlah petani cengkeh Indonesia yang pernah jaya bersama rokok kretek. <\/p>\n","post_title":"Agenda Pelemahan Nasionalisme Pada Sektor Pertembakauan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"agenda-pelemahan-nasionalisme-pada-sektor-pertembakauan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-01-30 10:22:25","post_modified_gmt":"2020-01-30 03:22:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6422","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6419,"post_author":"883","post_date":"2020-01-29 05:52:55","post_date_gmt":"2020-01-28 22:52:55","post_content":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_title":"Kretek Sebagai Cerminan Kepribadian, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-sebagai-cerminan-kepribadian-kedaulatan-dan-kemandirian-nasional","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-01-23 11:48:00","post_modified_gmt":"2024-01-23 04:48:00","post_content_filtered":"\r\n

Kretek merupakan produk khas asli Indonesia yang sangat memaksimalkan daya guna dari hulu ke hilir Industri Hasil Tembakau untuk kepentingan nasional. Dalih ini yang menjadikan kretek sebagai dalil bahwa kretek memiliki nilai kedaulatan nasional di dalamnya.

Kita bedah dari proses daya guna kretek di hulu. Bahan baku kretek berupa tembakau dan cengkeh yang ditanam di dalam negeri. Kretek menyerap sangat besar tembakau dan cengkeh dari hasil panen para petani. Pada sektor perkebunan tembakau dan cengkeh, kepemilikian lahan para petani 97 persen merupakan perkebunan rakyat atau dikuasai sendiri oleh para petani.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau di Indonesia mencapai 1 juta jiwa. Sementara untuk jumlah petani cengkeh mencapai 1,5 juta jiwa. Ini belum termasuk para buruh dan pekerja paruh waktu lainnya ketika masa tanam dan panen.

Selanjutnya kita tinjau dari sisi produksi. Pabrik pembuatan kretek didominasi oleh industri dalam negeri. Serapan tenaga kerja di dalam negerinya pun tinggi. Hal ini disebabkan, trade mark kretek dikreasikan oleh anak bangsa.<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Data Kementerian Perindustrian terkait Kretek Nasional<\/h2>\r\n

Merujuk data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap industri kretek di sektor produksi berjumalah 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.

Besaran serapan sektor ketenagakerjaan di hulu berjumlah sekitar 6 juta jiwa. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, kretek telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.

Itu baru perbandingan dari sektor hulu (pertanian dan pengolahan), belum dari sektor hilir (perdagangan hingga konsumen) kretek turut berkontribusi besar dengan melibatkan pedagang retail hingga asongan atau UMKM di Indonesia.

Cek saja warung agen, toko kelontong dan penjaja asongan, rata-rata terdapat produk kretek dalam barang dagangan mereka.\u00a0Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional.

UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen.\u00a0Bayangkan betapa besarnya roda perekonomian yang digerakan oleh sektor UMKM dan kretek menopang sektor UMKM di Indonesia.

Terdapat daya guna lain yang dimaksimalkan oleh kretek, selain daripada sektor ekonomi, yakni daya guna kretek sebagai produk kebudayaan masyarakat Indonesia. Kretek hidup berdampingan dengan prosesi-prosesi kebudayaan masyarakat Indonesia.

Dalam buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes yang ditulis oleh Mark Hanusz menyebutkan \u201ckretek is a ubiquitous feature of daily life in Indonesia and can be found in the most diverse circumstances\u2014from religius ceremonies to work of art and literature\u201d (Budaya yang dimaksud\u00a0 tak hanya menunjuk praktik kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga identitas, suatu ciri pembeda dan pemisah dengan yang lain).

Berdasarkan 2 tinjauan yang telah disebutkan di atas, maka kretek sah dapat kita sebut sebagai produk yang mencerminkan sebagai kepribadian bangsa, serta industrinya merupakan cerminan bagi kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Kretek adalah Kita.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6419","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":47},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer