Merokok bukan hanya dihadap-hadapkan dengan risiko kesehatan, tapi juga sisi ekonomi. Sebab, merokok selalu tertuduh sebagai penyumbang angka kemiskinan.
Narasi yang kerap mencuat adalah orang miskin bukannya beli makanan bergizi seperti telur atau sumber protein lainnya, malah uangnya buat beli rokok.
Terus terang saja membaca atau mendengar narasi itu saya cukup miris. Pemerintah justru menjadikan rokok sebagai faktor kemiskinan, bukan malah berkaca terhadap kinerjanya selama ini.
Karena kalau kita menelisik lebih jauh, faktor kemiskinan erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah, yang acap kali tidak berpihak kepada rakyatnya.
UMR, Pajak, dan Korupsi di Balik Kemiskinan
Ada banyak sekali kebijakan-kebijakan penyebab kemiskinan, dari gaji UMR yang tidak manusiawi, pajak yang terlalu besar, hingga berbagai barang dan jasa yang terlampau mahal.
Apakah semua itu belum cukup bukti untuk mengatakan bahwa faktor kemiskinan bersumber dari pemerintah itu sendiri? Tapi kenapa bukannya berkaca, pemerintah justru kerap kali mencari celah untuk lepas dari tanggungjawab dalam mengurus rakyat. Salah satunya adalah menyalah-nyalahkan rokok.
Belum lagi korupsi. Bukan hanya korupsi uang, loh. Korupsi juga berbentuk penyelewengan kekuasaan juga bagian dari korupsi.
Bahkan Mahmud MD pernah mengatakan, seandainya Indonesia tidak ada korupsi dan sektor pertambangan bisa terkelola secara profesional, maka negara bisa menggaji rakyatnya. Besarannya pun tidak main-main, yakni Rp20juta per orang.
Pemerintah Memelihara Korupsi
Dari situ kita sudah bisa menebak bahwa korupsi yang pemerintah lakukan, baik pusat maupun daerah, jumlahnya sangat banyak.
Tapi sayangnya, korupsi saat ini masih menjalar di mana-mana. Bahkan tindak kejahatan ini seolah menjadi sesuatu yang normal di Indoensia.
Saya jadi teringat perkataan Bung Karno. Dia pernah mengatakan bahwa kita bukan bodoh, tapi dibodohkan. Kita bukan miskin, tapi dimiskinkan oleh sebuah sistem.
Sudah dimiskinkan masih saja terus jadi objek salah-salahan melalui aktivitas merokok.
Merokok Tidak Ada Hubungannya dengan Kemiskinan?
Masyarakat sejatinya sudah bisa mengontrol pembelian rokok. Tidak lantas semua uangnya mereka habiskan buat membeli rokok. Karena ada kebutuhan lain yang lebih penting juga.
Bahkan di tempat saya, Temanggung, mereka masih banyak merokok tapi yang mereka pilih adalah tingwe. Sebab, rokok-rokok pabrikan sudah terlampau mahal.
Artinya, masyarakat sebenarnya sudah bisa mengatur skala prioritasnya masing-masing.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin