Sejak adanya pembahasan RUU TNI secara diam-diam pada Maret 2025 lalu, penolakan muncul di mana-mana.
Daftar Isi
ToggleNahas. Pemerintah masih saja bebal dan tetap mengesahkan aturan tersebut. Kemarahan rakyat menjalar ke berbagai kota/daerah. Bahkan lebih dari 70 titik. .
Tuntutan masyarakat sipil itu jelas, TNI tidak boleh masuk ke ranah sipil. Sangat berbahaya jika itu terjadi. Sebab, tentara didesain bukan untuk mengambil keputusan, bukan untuk diskusi, melainkan untuk mengangkat senjata.
TNI masuk kabinet
Sebenarnya, jauh sebelum adanya pengesahan UU TNI, sejumlah tentara sudah menduduki jabatan sipil. Di antaranya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya, Mayjen TNI Maryono sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Mayjen TNI Irham Waroihan menjadi Irjen Kementerian Pertanian (Kementan), Laksamana Pertama TNI Ian Heriyawan di Badan Penyelenggara Haji (BPH). TNI Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sebagai Komisaris Utama PT Pindad, dab=n Laksamana TNI Muhammad Ali sebagai Komisaris Utama PT PAL Indonesia.
Padahal sebelumnya militer tidak boleh menduduki jabatan sipil. Lebih-lebih nama-nama di atas juga belum dicopot loh posisi militernya. Alias merangkap.
Ke depannya TNI kemungkinan besar akan lebih leluasa lagi untuk menduduki jabatan sipil. Bahkan belakangan sudah banyak berita bagaimana tentara juga mengurusi pangan nasional.
Industri tembakau terancam
Lalu apakah ada kaitannya TNI masuk sipil dengan Industri Hasil Tembakau? Tentu saja ada. Dari urusan pangan itu, tidak menutup kemungkinan tentara bisa mendorong para petani tembakau untuk mengganti tanaman yang orientasinya untuk pangan (diversifikasi tanaman).
Hal inilah yang menjadi kewaspadaan Industri Hasil Tembakau. Sebab, diversifikasi tanaman ini juga tidak mudah. Mengingat, banyak petani tembakau yang sudah mengantungkan hidupnya dari panen tembakau, misalnya di daerah Temanggung.
Bahkan saya pernah mendengar cerita beberapa petani tembakau di sana, jika mereka menanam selain tembakau, itu sama saja dengan menanam hutang. Di lereng Sumbing-Sindoro pun masyarakat tidak bisa berganti tanaman selain tembakau.
Saya bukan tidak sedang mengunggulkan tembakau ketimbang tanaman lain. Tapi percayalah masing-masing tanaman itu memiliki kecocokannya sendiri-sendiri. Jadi jangan paksa untuk seragam menanam tanaman pangan semua.
TNI apa paham soal tanaman?
Dan apakah TNI paham akan hal ini? Paham bagaimana wilayah yang cocok untuk tanaman tembakau, padi, cabai, dan sebagainya? Saya kok pesimis. Mengingat, sekali lagi, militer bukan didesain untuk diskusi, melainkan mengangkat senjata.
Itu baru urusan tentara masuk pangan, loh. Belum lagi kalau sampai mereka bisa bahkan boleh masuk ke lembaga keuangan. Ini bisa saja terjadi loh. Lah wong pemerintah kalau rekrut orang tidak berdasarkan kompetensi kok, tapi berdasarkan hutang budi. Seperti banyak buzzer yang kemudian jadi komisaris.
Nah kalau sampai mereka masuk Kementerian Keuangan lalu menaikkan pajak rokok, apakah tidak repot? Mau mengkritik, ngeri sekali. Pilihannya HILANG atau MATI!.
Juru Bicara Komitne Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin
BACA JUGA: Memori Kelam TNI ke Ranah Sipil, Petani Cengkeh Jadi Korban