Rokok kretek memiliki sejarah panjang di Indonesia yang bermula pada abad ke-19. Kretek pertama kali ditemukan oleh seorang pria bernama Haji Jamhari di Kudus, Jawa Tengah. Kretek terbuat dari campuran tembakau, cengkeh, dan beberapa bahan tambahan lainnya, yang pada mulanya digunakan sebagai ramuan pengobatan tradisional.
Daftar Isi
ToggleSalah satu ciri khas utama rokok kretek adalah rasa unik yang dihasilkan dari campuran tembakau, cengkeh, dan berbagai rempah-rempah. Selain itu, ketika dibakar dan dihisap mengeluarkan bunyi “kretek-kretek”.
Ketika dihisap rokok kretek menciptakan sensasi hangat dan pedas di tenggorokan. Rasa khas ini menjadikan kretek sebagai jenis rokok yang paling diminati di Indonesia.
Selama ini masih banyak masyarakat yang memahami bahwa rokok kretek sebatas rokok tanpa filter. Padahal, kretek lebih dari sekedar itu. Kretek bukan sekadar filter atau tidak.
Berdasarkan cara pembuatannya, jenis rokok kretek dibedakan menjadi 2 dua, yakni:
Sigaret Kretek Tangan (SKT)
Jenis SKT dibuat dengan cara manual, digulung oleh para pelinting menggunakan tangan atau alat bantu sederhana. Biasanya tanpa filter. Merek-merek SKT yang populer di pasaran adalah Djarum 76, Gudang Garam Merah, Sukun Merah, dan sebagainya.
Sigaret Kretek Mesin (SKM)
Jenis ini dibuat menggunakan mesin modern. Biasanya menggunakan filter, dan memiliiki tarikan yang lebih ringan dibanding SKT. Merek-merek SKM yang populer di pasaran adalah Djarum Super, Gudang Garam Surya/Inter, LA Lights, Sukun, dan sebagainya.
Jadi, jelas bahwa kretek bukan sekadar rokok tanpa filter, tetapi sebuah produk khas Indonesia yang punya karakter, proses, dan rasa yang berbeda dari rokok lainnya. Baik yang pakai filter maupun tidak, keduanya tetap disebut kretek selama memakai campuran tembakau dan cengkeh.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Alfinaja Maulana Ardika
BACA JUGA: Alasan Saya Memilih Rokok Kretek daripada Rokok Putih apalagi Elektrik









