logo boleh merokok putih 2

Perkawinan Bloomberg dan Farmasi

michael bloomberg

Siapakah yang menguasai pasar farmasi internasional? Dimanakah posisi Michael Bloomberg dalam peta persekutuan industri farmasi dan kampanye anti-rokok? Pada akhir 1970-an, 20 besar perusahaan besar farmasi hanya menghasilkan lima persen penjualan obat secara global.

Namun, menyusul gelombang besar-besaran merger di antara perusahaan-perusahaan farmasi, maka ke-20 perusahaan besar itu mengontrol lebih dari 75 persen penjualan obat pada 2002. Bahkan 10 besar di antaranya mampu mengontrol 57 persen dari 352 miliar dolar nilai pasar obat global.

Industri farmasi tidak hanya melakukan riset, pengembangan, produksi, dan pemasaran obat-obatan untuk mencegah dan mengatasi penyakit yang disebabkan oleh virus dan lain-lain. Mereka juga melakukan proses yang sama untuk mengatasi adiksi akibat kebiasaan yang dalam pandangan medis modern ala korporasi farmasi disebut “buruk”, “berbahaya”, atau “mematikan”.

Sudah sejak lama mereka melihat potensi keuntungan yang dapat dihasilkan dari pengembangan obat-obatan untuk berhenti merokok yang berbasis nikotin.

Pada 1962, misalnya, para ilmuwan Pharmacia mulai mengembangkan alat-alat penggunaan nikotin. Lalu pada 1971 mereka berhasil menyempurnakan produk permen karet yang mengandung nikotin. Produk ini kemudian dipasarkan oleh SmithKline Beecham dengan nama Nicorette.

Bersamaan dengan tumbuhnya gerakan anti- tembakau, perusahaan farmasi lainnya mulai tertarik pada potensi yang dapat dihasilkan dari produk-produk untuk berhenti merokok.

Ketika seorang peneliti bernama Jed Rose mengembangkan nikotin transdermal tempel pada awal 1980-an, industri farmasi segera membawa produk ini ke pasar.

Lebih dari itu, mereka tidak hanya tertarik pada penggunaan sistem pemakaian nikotin sebagai alat untuk membantu berhenti merokok, tapi juga dalam berbagai macam aplikasi farmakologis lainnya. 

Sejak para ilmuwan farmasi pada 1962 mulai meneliti terapi pengganti nikotin, maka perusahaan-perusahaan besar seperti Johnson & Johnson,2 GlaxoSmithKline (GSK), Hoechst Marion Roussel, Novartis,4 dan Pfi zer5 berlomba-lomba memproduksi serta memasarkan produk terapi pengganti nikotin.

Masalahnya, hampir semua perusahaan farmasi dunia memiliki hubungan langsung atau tidak dengan Rockefeller- Morgan. GSK dan Rockefeller University, misalnya, menjadi mitra dalam penelitian dan pengembangan medis.

Sementara Hoechst, Pharmacia, Novartis, dan Pfizer adalah perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kendali Rockefeller- Morgan sejak konsolidasi industri farmasi pasca-Perang Dunia II dan pembubaran IG Farben (Bayer AG) yang terus berlanjut hingga saat ini.

Bahkan, seperti diungkap oleh Wanda Hamilton, beberapa fi gur penting perusahaan farmasi adalah tokoh penting di kubu Rockefeller- Morgan. Salah satunya adalah William C. Weldon, pemimpin dan CEO Johnson & Johnson sejak 2002, sekaligus anggota dewan direksi di J.P. Morgan Chase.

merokok di warung

Pada akhir 1990, Pfi zer dan Glaxo membiayai secara penuh anggota WHO untuk membentuk WHO Tobacco Free Initiative. Setahun kemudian persekutuan gerakan anti-rokok dan korporasi farmasi semakin menemukan momentumnya.

Hal itu bermula ketika Pemerintah AS meluluskan Nicotrol, salah satu obat yang dikenal sebagai Nicotine Replacement Therapy (NRT), yang diproduksi Pfi zer pada tahun 1980 dan dipasarkan oleh Johnson & Johnson, sebagai terapi berhenti merokok. 

Pendiri Johnson & Johnson adalah Robert Wood Johnson. Ia meninggal dunia pada 1968 dengan meninggalkan warisan sebesar 1,2 miliar dolar. Dana itu kemudian digunakan untuk mendirikan Robert Wood Johnson Foundation (RWJF).

Hingga sekarang RWJF memiliki 40 juta lembar saham di Johnson & Johnson dengan nilai lebih dari tiga miliar dolar. Itulah sebabnya, seperti kata pepatah, apa yang baik bagi Johnson & Johnson, baik pula bagi RWJF. 

Johnson & Johnson dan RWJF kemudian memasarkan temuan terapi rokok ke pasar. Mereka memperluas daerah larangan merokok, menaikkan pajak rokok, dan pada akhirnya memusnahkan pabrik-pabrik rokok.

Sejak 1991, RWJF juga mengucurkan dana sebesar 450 juta dolar untuk proyek anti-rokok, di antaranya 10 juta dolar untuk kampanye menaikkan harga cukai rokok dan 99 juta dolar untuk melobi kebijakan Pemerintah AS agar memperluas kawasan bebas merokok.

Pada 26 Oktober 1997, Johnson & Johnson mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani sebuah kesepakatan dengan Japan Tobacco untuk menerima hak pengembangan beberapa bahan untuk penyembuhan rasa nyeri dan iritasi.

Johnson & Johnson mengakhiri kesepakatan ini pada Juli 2000, tapi Japan Tobacco mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan percobaan-percobaan pada obat ini di Jepang dan mempertimbangkan pilihan-pilihan lain untuk pengembangan dan pemasarannya di luar negeri.

Dalam 11th World Conference on Tobacco di Chicago (2000), RWJF memberi empat juta dolar dan Glaxo ikut berperan sebagai partner. Sedangkan Pfi zer mengucurkan dana sebesar 33 juta dolar untuk membentuk organisasi anti-rokok. 

Pada Mei 2001, perusahaan besar tembakau kunyah dan tembakau hisap Swedish Match mengumumkan bahwa mereka sedang mengembangkan permen karet nikotin yang akan dipasarkan di Eropa.

Sama seperti permen mint, permen karet ini juga tidak memiliki kegunaan terapis. Swedish Match mengatakan bahwa permen ini hanyalah alternatif permen kunyah lain. 

Pada Mei 2002, Brown & Williamson, sebuah divisi British American Tobacco (BAT), mengumumkan terbitnya Ariva, sebuah permen mint yang mengandung nikotin dalam jumlah yang sama dengan yang dikandung sebatang rokok.

Brown & Williamson mengklaim bahwa permen tersebut tidak memiliki kegunaan terapis, tapi bertujuan untuk digunakan oleh para perokok yang sedang menghadiri acara-acara dimana mereka tidak diperkenankan merokok.

Hasil kampanye anti-rokok secara besar-besaran itu kemudian berimplikasi penting pada produk terapi dan obat berhenti merokok yang mereka buat. Pada 1999, Nicorette produksi GlaxoSmithKline terjual senilai 570 juta dolar/ tahun.

Sedangkan pada 2007, Chantix yang diproduksi oleh Pfizer terjual senilai 883 juta dolar.

Di sisi lain, kampanye anti- tembakau yang menuntut para perokok berhenti dan mengikuti terapi semakin gencar dilakukan. Bahkan, Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau merumuskan pembangunan klinik-klinik terapi berhenti merokok, yang tentu saja telah melibatkan produkproduk terapi berhenti merokok, dimana Rockefeller- Morgan berada di belakangnya.

Dalam masalah ini Michael Bloomberg bukan tak memiliki kepentingan. Sekilas, ia terkesan tak memiliki kepentingan apa-apa terhadap isu perang anti-rokok. Tapi fakta itu menipu. Nyatanya ia memiliki hubungan khusus dengan industri farmasi. Teman dekat sekaligus penasihatnya, William R. Brody, adalah salah satu direktur di Novartis.

Tak mengherankan bila Bloomberg selalu tutup mata dengan ulah dan lobi perusahaan-perusahaan farmasi. Bahkan, patut diduga Bloomberg Intiative adalah alat terselubung untuk memobilisasi dana korporasi farmasi global untuk melakukan kampanye anti-rokok dalam skala raksasa. 

Bill Gates?

Jawabannya sama saja. Istrinya, Melinda Gates, sejak 2005, membeli saham Drugstore.com, sebuah perusahaan farmasi online. Pada kuartal pertama 2005, perusahaan farmasi online ini berhasil menjual produk farmasi dengan nilai 99,6 juta dolar.

Sekarang fondasi nilai-nilai yang dibangun aliansi kekuasaan Rockefeller- Morgan dikendalikan oleh David Rockefeller. Selain menjadi pimpinan di Rockefeller Foundation, ia juga menjadi CEO di J.P. Morgan Chase, imperium keuangan paling berpengaruh di dunia.

Persekutuan Rockefeller- Morgan itu pula yang menjadi pendukung utama Bloomberg ketika ia maju bertarung untuk ketiga kali dalam pemilihan Wali Kota New York. Gabungan mereka telah menciptakan sebuah kekuatan ekonomi dan kepentingan yang luar biasa, yang bisa menggerakkan arah dan tujuan ekonomi global.


Disarikan dari buku: http://bukukretek.com/flipbook/tipuan-bloomberg/mobile/index.html

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis