4 Kementerian Ikut Menolak Ide Kemasan Rokok Polos

modus baru rokok ilegal

Penolakan terhadap kemasan polos semakin menguat. Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Keuangan ikut mempertanyakan mengapa Kementerian Kesehatan ngotot untuk mengesahkan rancangan peraturan menteri kesehatan (R-Permenkes). Rancangan yang justru membuat banyak pihak yang terlibat di Industri Hasil Tembakau (IHT) harus deg-degan. 

Pasalnya, hampir sebagian besar isi dari pasal-pasal tersebut bukannya mengendalikan melainkan membatasi produksi hingga distribusi produk tembakau. Oleh karena itu, tidak heran apabila beberapa kementerian tersebut menyatakan penolakan tentang R-Permenkes. 

Mengapa mereka menyatakan penolakan? Karena tugas-tugas dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melampaui wewenang tiga kementerian tersebut. Sebagai contoh pengaturan iklan di luar ruang. Semestinya aturan tersebut dalam ranah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, entah mengapa Kemenkes seolah-olah ingin mengambil wewenang tersebut.

Kemasan Polos Bikin Rancu dan Penuh Masalah

Ide kemasan polos sebenarnya sudah ada dari dulu. Namun, rancangan yang dimulai sejak 2013 itu terus mendapatkan penolakan. Hal tersebut wajar. Sebab, kemasan tersebut akan bersinggungan dengan banyak pihak. Selain pihak kementerian, masih ada pihak-pihak yang akan menolak hal tersebut.

Sebagai contoh Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Mereka menolak kemasan polos karena beberapa hal, yaitu:

  1. “Kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), karena ini menjadi efek domino, salah satunya ke industri kreatif kelas menengah ke bawah. Jadi, dampaknya cukup signifikan,” kata Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI) Fabianus Bernadi dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (28/8/2024).
  2. “Industri kreatif yang berpotensi menyerap angkatan kerja baru terancam akibat kebijakan ini,” kata Ketua Badan Musyawarah Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI) Heri Margono.
  3. “Pembatasan iklan kan untuk itu, bagian dari tembakau. Concern kita, kebijakan seharusnya tidak datang tiba-tiba. Pemerintah kurang menampung aspirasi masyarakat. Ini menimbulkan gejolak luar biasa. Ini menandakan, belum ada komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha,” kata Ketua Bidang Kebijakan Publik APINDO, Sutrisno.

Itu baru dari ketiga pihak swasta yang berkaitan dengan iklan. Belum termasuk yang mengurusi industri dan perdagangan. Jelas akan mengalami penolakan juga. 

Bea dan Cukai Ikut Mempertanyakan Kemasan Polos

Adapun kemasan polos (plain packaging) juga dipertanyakan oleh bea dan cukai. Alasan mereka mempertanyakan hal tersebut karena sulit membedakan mana yang legal dan ilegal. Padahal, itu bagian dari pengawasan.

“Kita tidak bisa kasat mata membedakan jenis dan rokoknya, apalagi nanti isinya yang kemudian itu menjadi deteksi awal kita dari jenis kemasan yang sudah ada saat ini,” ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani.

Apalagi Kemenkes berencana untuk tidak membolehkan informasi kesehatan baik berupa tulisan maupun gambar tertutupi oleh hal lain. Nah, informasi kesehatan, nantinya tidak hanya di samping kanan dan kiri melainkan juga bagian depan dan belakang. Bahkan, untuk samping kanan dan kiri masih akan ditambahkan peringatan informasi kesehatan. 

Hal ini jelas merugikan bagi Bea dan Cukai. Mengapa begitu? Karena mereka akan kesulitan menempatkan pita cukai. Padahal seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT), penempatan pita cukainya berada di antara pembuka dan badan kemasan rokok. Jika tidak boleh ditempatkan di situ, akan ditaruh di mana pita cukainya?

Artinya, Kemenkes sedang ingin melawan “negara”. Kemenkes harus sadar bahwa negara masih sangat bergantung penerimaan negara dari sebatang rokok. Alasan bahwa Kemenkes ingin menurunkan prevalensi perokok melalui aturan R-Permenkes tidak relevan. Yang ada, Kemenkes hanya ingin menghamba kepada pihak asing. 

Artikel Lain Posts

Paling Populer