Rancangan Permenkes soal aturan bungkus rokok polos rugikan negara dan pekerja Boleh Merokok
OPINI

Budi Gunadi Sadikin: Orang yang Harus Ditandai jika Kelak Banyak Buruh Tembakau Nganggur

2025 akan menjadi tahun yang berat bagi Industri Hasil Tembakau (IHT). IHT akan dihantui oleh momok besar bernama Rancangan Permenkes yang menyoal kemasan rokok wajib polos.

Aturan itu sebenarnya telah terancang sejak 2024 lalu oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di bawah komando Budi Gunadi Sadikin.

Namun, hingga saat ini, aturan itu belum jadi Kemenkes sahkan karena memang mendapat banyak sekali penolakan, mulai dari asosiasi pengusaha, buruh, petani, stakeholders IHT, hingga kalangan kementerian sendiri seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

Kemenkes Terlalu Ikut Campur

Wajar ada penolakan terhadap Permenkes. Lha wong aturannya saja bermasalah.

Kemasan rokok selama ini sudah diintervensi berupa gambar seram dan tulisan imbauan berhenti merokok. Ya walaupun argumen soal kesehatan juga banyak bantahannya.

Lalu kini muncul Rancangan Permenkes yang sedianya ingin membuat standarisasi berupa bungkus polos. Bahkan warnanya adalah Pantone 448 C, sebuah warna terjelek di dunia.

Kementerian lain menilai Kemenkes terlalu mencampuri urusan lembaga lain. Sebab, idealnya Kemenkes hanya boleh mengatur soal peringatan kesehatan saja, bukan malah mengatur kemasan rokoknya. Ini menandakan kalau Kemenkes ingin bertindak melampaui wewenangnya.

Memang, semenjak muncul banyak penolakan, Kemenkes berusaha untuk merevisi aturan itu. Tapi revisinya tidak pada inti persoalan.

Dalam revisi tersebut, Rancangan Permenkes masih akan menerapkan kebijakan kemasan rokok wajib polos. Pun, sebenarnya bukan itu yang pelaku IHT mau. Bukan revisi. Pelaku IHT tegas ingin ada pembatalan terhadap Rancangan Permenkes.

Rancangan Permenkes Rugikan Negara dan Pekerja

Penting untuk diketahui, dampak dari Rancangan Permenkes berupa kemasan rokok wajib polos ini tidak main-main.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut, Indonesia bisa kehilangan penerimaan negara hingga Rp95,6 triliun dan 1,22 juta pekerja di seluruh sektor (bukan hanya dari IHT) akibat Rancangan Permenkes itu kelak benar-benar sah. Belum lagi ketambahan penerapan PP 28 Tahun 2024.

Kenapa efeknya bisa semengerikan itu? Sebab, adanya bungkus rokok polos membuat sulit membedakan antara merek satu rokok dengan yang lain. Termasuk membedakan antara rokok yang legal dan rokok ilegal.

Karena dengan bungkus rokok polos, maka rokok ilegal akan dengan mudah memanipulasi kemasannya.

Sebab, selama ini salah satu yang menjadi pembeda terpenting antara bungkus rokok ilegal dengan yang legal adalah pada kemasannya.

Inilah yang kemudian membuat produk legal akan mengalami penurunan karena orang-orang akan beralih ke produk ilegal.

Tujuan Lain Rancangan Permenkes akan Gagal

Kalau ada anggapan bahwa Rancangan Permenkes akan mengurangi prevalensi perokok, rasa-rasanya akan gagal belaka. Lha wong para perokoknya saja pada pindah ke rokok ilegal.

Dan kalau sampai Rancangan Permenkes ini disahkan, maka kemarahan publik bisa saja menjadi-jadi.

Sebab, baru di tahap penyusunan saja sudah banyak penolakan. Pada 2024 lalu, bahkan sudah ada demo dari serikat buruh untuk menolak rancangan tersebut.

Jika Kemenkes nekat mengesahkannya, Kemenkes akan menanggung karma karena telah membuat jutaan buruh IHT terancam dan negara kehilangan pendapatan.

Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Rizky Benang

BACA JUGA: BPJS Tak Mau Tanggung Penyakit akibat Rokok, kalau Begitu Jangan Tanggung Juga Penyakit karena Gula atau Junk Food