Tulisan ini adalah refleksi saya, ketika rokok kretek menjadi media healing untuk meredakan stres.
Stres dalam diri manusia itu bagai bom waktu. Bisa meledak kapan saja jika tidak tersalurkan secara semestinya. Apalagi bagi yang sedang di fase quarter life crisis.
Maka, menanggulangi stres, terutama bagi para pekerja di rentang usia 20-30 tahun menjadi sangat penting. Sebab, jika terjebak dalam situasi tersebut, dampaknya akan sangat tidak baik bagi tubuh dan produktivitas.
Tentu banyak sekali cara untuk menghilangkan energi negatif itu. Bagi sebagian orang, berlibur ke luar kota untuk meninggalkan rutinitas menjadi pilihan. Healing kalau meminjam istilah yang populer sekarang.
Ada juga yang memilih untuk sekadar nonton film, makan makanan enak, dan lain-lain.
Namun, kalau saya, memilih cara yang lebih sederhana. Tidak muluk-muluk, minim biaya, dan cenderung lebih mudah saya lakukan.
Menghisap rokok kretek untuk tidak bercerita
Saya adalah pekerja usia 28 tahun. Untuk mengatasi stres, biasanya saya cukup “menepi” sejenak. Duduk diam sambil mengisap beberapa batang rokok kretek.
Bagi beberapa perokok, merokok sendirian sungguh memberi sedikit ketenangan. Rokok menjadi teman untuk mencerna segala masalah yang dihadapi untuk dicari solusinya, tanpa harus bercerita (dulu) pada orang lain (jika takut merepotekan orang lain). “Laki-laki tidak bercerita” kok.
Sebab, tidak semua orang bisa menceritakan permasalahan hidupnya. Pun tidak semua orang mempunyai tempat untuk berbagi cerita.
Bagi mereka yang tidak mempunyai kemewahan tersebut (kemewahan berbagi cerita), hanya dengan duduk diam, mengisap kretek, dan menyeruput kopi tanpa ada distraksi dari manapun/siapapun, itu sudah mampu memberi rasa rileks dalam diri, memberi tambahan energi untuk menghadapi segala masalah yang tersaji.
Penulis: Saar Ailarang
Editor: Komunitas Kretek
BACA JUGA: Katanya Merokok Itu Boros, Tapi Saya Bisa Hasilkan Rp300 Ribu dari Menghisap 5 Batang Rokok