logo boleh merokok putih 2

Pengelolaan dan Peruntukan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau, Terkesan Mana Suka

[dropcap]D[/dropcap]ari alokasi dana DBH-CHT yang diterima oleh provinsi, dibagi lagi dengan komposisi 30% untuk pemerintah tingkat provinsi, 40% untuk kabupaten/kota penghasil tembakau, dan 30% untuk kabupaten/kota bukan penghasil.

Alokasi pembagian DBH-CHT dalam bentuk persentase tersebut di atas, dapat dipandang atau diasumsikan tidak memenuhi rasa keadilan. Mengingat untuk provinsi mendapat bagian sebesar 30%, sedangkan untuk kabupaten atau kota yang merupakan penghasil tembakau, hanya mendapatkan bagian sebesar 40%. Besaran 40% tersebut, bukan untuk satu kabupaten/kota saja, tapi bisa lebih dari satu kabupaten/kota yang merupakan daerah penghasil tembakau.

Sebagai contoh Provinsi Jawa Tengah yang pada tahun 2012 mendapatkan alokasi DBH-CHT sekitar Rp 426 miliar. Untuk tingkat provinsi mendapat jatah sekitar RP 127 miliar (berdasar ketentuan mendapat bagian 30%), sedangkan Kabupaten Kudus yang merupakan daerah penghasil produk tembakau, hanya menerima sekitar Rp50 miliar, besaran perolehan angka tersebut berdasarkan 40%, setelah dibagi dengan daerah penghasil tembakau lain lain, seperti Temanggung, Klaten, dan daerah lainnya.

Tata laksana dan tata kelola DBH-CHT diatur dalam peraturan menteri keuangan (PERMENKEU)No. 84/PMK.07/2008 dan PERMENKEU No.20/PMK. 07/2009, tentang penggunaan DBH-CHT dan sanksi atas penyalahgunaan alokasi DBH-CHT, yang girohnya merujuk pada Undang-Undang Otonomi Daerah, sebagai salah satu dasar pertimbangan.

Adapun aturan peruntukan DBH-CHT digunakan untuk mendanai lima bentuk kegiatan, yaitu: peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialosasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.

Tidak ada aturan skala urutan prioritas, untuk lima kegiatan di atas dan hanya berdasar pengajuan kegiatan (semacam proposal) melalui satuan kerja pemerintah daeah (SKPD) tiap kabupaten, yang kemudian diverifikasi awal di Biro Perekonomian Provinsi, dan verifikasi akhir di Kementian Keuangan.

Menurut Gugun El-Guyani salah satu peneliti dan penulis buku “Ironi Cukai Tembakau”, pada 2012 penggunaan DBH-CHT terjadi ketimpangan aloksi antar lima kegiatan. Program pembinaan lingkungan sosial menjadi kategori pengguna dana yang paling dominan, dengan tafsiran bebas dan mana suka.

Yang ironisnya ditemukan rezim kesehatan telihat paling banyak mengakses DBH-CHT dengan kegiatan kampanye antirokok. Sangat ironis tentunya, karena konsumen adalah pihak yang sebenarnya menjadi bagian dari pemangku kepentingan tembakau, dapat menggunakan pembagian DBH-CHT untuk membangun tempat khusus merokok yang layak, namun dana tersebut justru “dimakan” oleh pihak antirokok untuk memerangi konsumen melalui kampanye-kampanyenya.

Dalam penelitiannya, Gugun menemukan realisasi alokasi DBH-CHT Provinsi Jawa Tengah tahun 2012, keterserapan dana pada kategori pembinaan lingkungan sosial lebih besar dibanding lainnya, yaitu sekitar Rp68 miliar. Sedangkan peningkatan kualitas bahan baku untuk para produsen hanya sekitar Rp28 miliar, pembinaan industri sekitar Rp6 miliar, sosialisasi tentang cukai hanya Rp3 miliar, dan pemberantasan cukai ilegal malah tidak ada sama sekali.

Dari Rp68 miliar pada kategori pembinaan lingkungan sosial, Dinas Kesehatan dengan program kampanye antirokok menyerap dana terbesar, yaitu total sekitar Rp13-15 miliar. Kegiatannya berjumlah 19, yang kesemuanya dikaitkan dengan kesehatan dan dampak asap rokok.

Lagi-lagi pengelolaan DBH-CHT menjadi ambigu. Sanksi yang tertera dalam Undang-Undang Cukai pasal 66D didapati hanya berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran DBH-CHT, yang ketentuannya diatur dalam peraturan menteri.

Semestinya, DBH-CHT hasil dari pungutan cukai dan menjadi salah satu sumber penerimaan keuangan negara, sanksi yang diterapkan harusnya mempunyai kepastian hukum, seperti DBH yang lain. Artinya, ketika terjadi penyalahgunaan dan penyelewangan DBH-CHT, seharusnya mendapatkan sanksi pidana tidak hanya sanksi administratif.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).