Rokok Djarum Super adalah extraordinary kretek filter yang diciptakan dengan mutu bahan baku terbaik dan racikan yang sempurna.
Saya lahir dan dibesarkan oleh kedua orang tua perokok, seperti yang sudah pernah saya tuliskan sebelumnya. Entah sejak kapan Ayah dan Ibu saya mulai menikmati rokok kretek, tapi di usia saya belum genap 10 tahun, usia yang sedang belajar memahami apa arti kata bandel sama orang tua, sedang ingin tahu kejadian-kejadian di sekitar dan di luar rumah, dan baru menyadari bahwa kejedot tembok karena melakukan hal-hal konyol itu sakit sekaligus memalukan.
Di usia itu pula saya mulai bertanya-tanya, apa sih benda yang mengeluarkan asap yang tiap selalu dikeluarkan Ibu saya tiap kali dia pulang dari pasar, duduk di meja makan dapur dengan dua buah kursi yang akan digunakannya untuk duduk dan satunya lagi untuk meletakkan kedua kakinya yang siap selonjoran melepas lelah.
Setelah menata kursi, belanjaan ditata sedemikian rupa dan secara berurutan, kemudian dari dalam tas berwarna hitam Ibu-ibu Persit, dikeluarkanlah sebungkus Djarum Super isi 12 di atas meja, lengkap dengan korek jres berbahan besi atau alumunium di jaman itu. Menurut cerita Ibu, korek itu sebuah pemberian dari salah satu petinggi TNI yang saat itu yang tahu betul bahwa Ibu saya adalah “ketua geng perokok” Ibu-ibu Persit di kota Palu.
Sembari nyebat dan mengobrol dengan ART atau supir, ibu akan sesekali bertanya siapa yang saat keluar rumah tidak sarapan, dan apa menu sarapan tadi hingga mereka tidak sempat atau mau sarapan. Pertanyaan detail Ibu itu akan diperhatikan dengan baik oleh ART kami, semata-mata untuk mengakomodir asupan 4 sehat 5 sempurna kala itu. Maklum, selain Ayah, Ibu dan saya, ada 8 orang lain yang menumpang tinggal di rumah kami, semua orang perantauan yang biasanya pertama kali menginjakkan kaki di Palu dan belum memiliki tempat tinggal.
Beberapa dari mereka orang Batak, dan ada juga yang dari Jawa, entah mereka anggota TNI yang baru dipindah tugas, atau profesi lain yang secara kebetulan penempatannya di kota Palu dan sekitarnya. Karena banyaknya orang, jam makan siang atau makan malam adalah momen di mana rokok dari berbagai pabrikan seperti Djarum, gudang Garam atau Bentoel berserakan di meja setelah orang-orang selesai makan.
Ada 2 meja makan di rumah Palu saat itu, meja makan utama dan meja makan belakang. Makan bersama di meja makan belakang seperti sebuah kegiatan yang menyenangkan, selesai makan malam maka Ibu saya akan bergabung di meja belakang untuk sekedar ngobrol 5-10 menit sambil nyebat.
Beda dengan Ayah saya, yang lebih milih nyebat di meja makan utama sambil nonton berita atau membaca koran. Dari balik pembatas pintu tengah antara ruang makan depan dan ruang makan belakang saya sering mengintip Ibu mengobrol. Kadang pakai logat Palu, kadang pakai bahasa Batak atau bahkan bahasa Jawa asal-asalan. Kepulan asap, bersenda gurau hingga nasihat seringkali saya lihat muncul di tengah-tengah obrolan itu.
Hari demi hari yang saya lalui saat itu akhirnya menimbulkan rasa penasaran mencuri rokok milik Ibu, tidak kemudian saya bakar dan dan hisap, tapi hanya mencicipi ujung filternya yang terasa manis lalu saya kembalikan lagi ke dalam bungkusnya.
Ketahuan? pasti. Ibu selalu menegur setiap kali saya ketahuan menghisap filter rokok dan mengembalikannya lagi ke dalam bungkus dengan filter yang sudah basah. Itu terjadi dengan rokok milik siapa pun di dalam rumah, kecuali milik Ayah saya, dan para pemilik rokok tadi akan selalu laporan kepada Ibu soal kebiasaan saya itu.
Hingga akhirnya seisi rumah sepakat untuk menyimpan semua rokok, tidak diletakkan sembarangan. Lalu muncul peraturan baru agar tidak merokok di dekat saya kapanpun mereka mau nyebat. Itu dilakukan selama beberapa lama oleh seisi rumah. Lagipula teguran Ibu kala itu cukup membuat saya enggan melakukan kebiasaan itu lagi.
Perkenalan Dengan Rokok Kretek Filter
Bukan Djarum Super atau Gudang Garam Internasional yang menjadi perkenalan pertama saya dengan rokok kretek, tapi Sampoerna King Size, seingat saya SMP kelas 3 saya mulai mencoba rokok kretek filter, proses awal seperti mengeluarkan asap dari hidung, membuat asap bulat tentu jadi hal wajib bagi perokok pemula.
Rasa Gudang Garam atau Surya yang terlalu gurih membuat saya enggan menghisap varian rokok itu, walaupun rokok ecerannya sangat mudah dicari. Hanya Djarum Super kala itu yang sulit mencari rokok ecerannya, mau beli sebungkus pun saya masih ragu akan rasanya. Ingatan saya hanya filternya manis, dan seperti ada aroma nangka yang muncul.
Perkenalan dengan produk Djarum lainnya; L.A Lights di tahun 1997-1998 membuat ingatan saya tentang Ibu kembali muncul. Di Jogja saat itu, ada banyak warung kaki lima yang menjual macam-macam merek rokok yang jarang saya lihat di Sulawesi. Mulai dari Camel orange kemasan soft pack, Lucky Strike 100 sampai 555 yang bisa dibeli eceran, salah satunya di dekat kios buku Lam Haba, dekat hotel Duta Wisata di jalan Solo.
Setelah hampir seminggu mencoba macam-macam rokok, akhirnya saya mulai sering membeli Djarum Super. Kalau ada uang lebih, saya beli sebungkus. Kalau sedang cekak, membeli eceran dan menakar 2 batang sehari setelah makan atau untuk berak. Malah kadang setengah bakar lalu dimatikan untuk dihisap nanti supaya lebih irit.
Di tahun-tahun itu saya belum bisa mendeskripsikan detail apa rasa dan aroma dalam sebatang rokok, yang saya tahu hanya ada rasa manis atau tidak di filter, wangi bakaran awal dan akhir, serta hanya memilih rokok yang akan saya beli berdasarkan hisapan lembut atau kasar seperti berpasir di tenggorokan, dan rokok yang tidak akan menyebabkan batuk ketika dihisap.
Lalu semakin kemari, saya mulai menyisihkan banyak merek rokok untuk dinikmati, walaupun kadang ada merek rokok yang saya beli sekedar untuk selingan. Sepanjang catatan di dalam otak saya sampai hari ini, di sekitar tahun 94 sampai 2003 merek rokok yang paling sering saya beli adalah Djarum Super, Surya 16, Surya 12 Premium, Sampoerna King Size, Star Mild, Sampoerna A Mild, L.A Lights, Long Beach, Djeruk, Kansas, Ardath, Diplomat dan Djarum 76. Alasannya pun macam-macam, dari ngirit, mau bergaya, rasanya enak sampai soal kemasan yang bagus.
Pengalaman Merokok Djarum Super
Sejak kenal dengan citarasa yang dihasilkan merek ini tahun 94-95, dan sempat beberapa kali mengganti merek rokok utama, akhirnya sejak tahun 2013 saya memutuskan menghisap Djarum Super sebagai rokok utama. Sebelum 2013, saya pernah selama 4 tahun menghisap Gudang Garam Internasional sebelum kemasan baru, tapi kemudian rasanya berubah dan sempat beralih ke Surya 16 dan GG Signature Hitam.
Selain Djarsup, bagi saya hanya ada 2 merek lain yang layak dibilang enak di kelas rokok kretek filter; Surya Pro Merah dan Gudang Garam Surya isi 16. Lainnya hanya sekelas rokok tanggung yang tidak mampu bersaing dan hanya terus mengubah resep coba-coba dari tahun ke tahun. Menurut saya.
Dari yang saya baca, Djarum Super adalah rokok kretek filter yang lahir pada tahun 1981, sudah 41 tahun, usia yang sudah layak mendapatkan apresiasi, karena seperti manusia, tengah menjalani usia matang yang berlimpah pengalaman dan mampu memberi “ilmu” kepada varian turunan yang tentu diharapkan bisa menikmati Legacy yang sudah dibangun selama 40 tahun, contohnya Next, Wave dan MLD.
Entah bagaimana ide awal rokok ini dibuat, tapi dugaan saya ini adalah penyempurnaan dari merek Filtra yang bisa dibilang rokok dengan aroma dan rasa legendaris. Bagaimana tidak, coba tanyakan generasi yang lahir di tahun 70an, mereka akan menyebut merek Filtra sebagai salah satu rokok enak selain Gudang Garam kemasan lama.
Rokok ringan di era 80-90an bukanlah sesuatu yang mampu memberi jejak ingatan yang tak terlupakan. Semua orang hanya mengakui rokok yang punya power, punya karakter dan tentu hisapannya “tebal”. Itu kenapa Dji Sam Soe Kuning, Djarum Super dan Gudang Garam atau varian Surya mampu meninggalkan ingatan citarasa dengan kuat yang akhirnya sempat memiliki masa kejayaan dan bertahan hingga sekarang.
Hampir semua rokok yang lahir di era 70-80 adalah produk-produk terbaik dari tiap pabrikan. Selain 3 merek besar tadi, Sampoerna juga masih sering membuat kretek filter yang memiliki aroma kuat setara Djarsup atau Garpit seperti Dji Sam Soe filter kemasan warna emas-merah. Belum lagi merek lain seperti Bentoel Biru, Djeruk, Mustang, Crystal, Varian Sukun, Pensil Mas, Menara, Galan hingga Niko dan Niki.
Dari semua merek yang berlomba-lomba membuat rokok kretek berkarakter seperti merek-merek tadi, Djarum Super adalah salah satu merek besar yang tidak khawatir akan persaingan. Merek ini mengukur dengan baik semua racikan bumbu hingga hasil akhir dari sebatang rokoknya yang dipasarkan.
Aroma rokok kretek ini bisa kita uji dari batangan rokok sebelum dibakar. Apabila kalian menutup 1 lubang hidung untuk kemudian menempelkan ujung bakar di lubang hidung satunya, maka sensasi tipis aroma teh melati atau teh bubuk yang tersimpan di dalam toples kaca akan terasa begitu kalian menghirup ujung bakarnya dalam-dalam. Ingat, sensasi aroma teh bubuk di toples kaca.
Lalu jika hal yang sama kalian lakukan di ujung bagian filternya, maka sensasi aroma sangat tipis dari ujung filter akan seperti bau teh aroma jasmine di botol kemasan plastik saat kalian mencium botolnya pertama kali. Botol kemasan biasa ya, bukan botol kemasan yang sudah disimpan di lemari pendingin.
Kemudian, saat pertama kali mengeluarkan batang rokok dalam bungkus lalu kalian cium dari ujung bakar hingga ujung filter, sensasi baunya akan berbeda dengan batang rokok yang sudah kalian keluarkan 1-2 menit lebih lama dari bungkusnya.
Di bagian ini, aroma tembakau sudah muncul dan memberikan sensasi “manis” di tangkapan indera perasa kalian. Sugesti sensasi teh sudah tidak terlalu muncul digantikan oleh sensasi campuran tembakau dan cengkeh yang aromanya memberi kesan “pulen”.
Bakaran pertama Djarum Super menggunakan korek gas biasa dengan api sedang akan menghasilkan sensasi aroma sangat tipis sekali teh tarik kental yang tidak menggunakan gula lewat di bagian lubang hidung, lidah dan langit-langit mulut. Kenapa saya bilang korek gas biasa? karena membakar rokok dengan korek kayu, Zippo atau bahkan kompor gas akan menimbulkan sensasi berbeda di bakaran pertamanya. Coba saja.
Sensasi aroma teh tarik pahit tadi biasanya didapatkan dengan syarat rokok itu adalah produksi baru, bukan rokok yang sudah lama disimpan. Misal produksi bulan Juni, kalian menikmatinya di bulan Juli. Tanggal produksi bisa kalian lihat di bagian bawah kemasan.
Selain soal tanggal produksi, sensasi itu bisa didapatkan saat menghisap rokok kretek untuk pertama kalinya setelah bangun tidur, atau 1-2 jam setelah kalian sikat gigi (rasa mint mulai berangsur hilang). Tentu syaratnya ditemani minuman hangat dari varian kopi atau teh, bisa tawar atau manis. Kalau kalian mengkombinasikan itu hanya dengan air putih, maka rasa sepet dan sedikit pedas akan muncul, tipis, di lidah bagian belakang.
Sensasi-sensasi tadi bisa juga kalian dapatkan setelah makan dengan makanan yang tidak terlalu pedas sampai lidah rasanya terbakar, saat bersantai minum kopi atau air putih setelah 2 jam tidak menghisap rokok atau tanpa minuman pendamping tapi mulut kalian tidak habis mengkonsumsi mint dan kalian sudah tidak merokok selama beberapa jam.
Sampai rokok terbakar 60 persen, rasa manis, wangi dan pulen masih bisa kalian dapatkan di tiap hisapannya. Memang tidak sedahsyat di 5-6 hisapan awal, tapi aroma bakar setelahnya masih memberikan kualitas yang baik dan bertanggung jawab dengan mencantumkan tagline; “Super fine Clove” di bagian kiri kemasannya, lengkapnya; “Celebrate The Taste with Superfine Clove”.
Penegasan dengan tagline itu menunjukkan bahwa Djarum Super dari tahun ke tahun masih menjaga citarasa rokok kretek filter premium ini dengan hanya menggunakan campuran tembakau berkualitas dan hingga hari ini memaksimalkan produknya dengan cengkeh pilihan dan tentu berkualitas untuk sensasi merokok yang luar biasa, seakan-akan setiap hisapan Djarum Super adalah sebuah selebrasi kenikmatan yang tidak akan bisa disamai merek rokok yang lain.
Apakah Djarum Super tidak memiliki kekurangan? tentu ada. Kemasan yang plastiknya sudah dibuka lebih dari 3 hari akan mengalami perubahan rasa, sensasi awal seperti yang saya katakan tadi tidak akan kalian temukan. Lalu permasalahan rasa pahit saat rokok terbakar di 80-90% batang juga dialami Djarum Super dan juga rokok lainnya. Tidak ada rokok yang tidak panas dan pahit di ujung bakarannya.
Lalu di sisa bakarannya apakah rasa rokok itu masih enak? masih terasa menghisap rokok kretek? tentu, ada kenikmatan lain yang bisa didapatkan di sisa bakaran tiap rokok kretek premium dan banyak orang, termasuk saya, akan sulit mendeskripsikannya. Orang di sekitar juga akan mencium itu sebagai bau rokok yang terbakar dengan aroma yang justru lebih kuat menandakan bahwa yang dihisapnya adalah rokok kretek dengan bau khas dan tidak mengganggu. Hati-hati, ini tidak berlaku buat yang anti dengan rokok.
Dengan usia di angka yang saya sebutkan tadi, hal yang wajar apabila Djarum Super memiliki kepercayaan diri tinggi, pengalamannya mungkin tidak sebanyak rokok putih seperti Marlboro, Camel atau Lucky Strike yang sudah melanglang buana ke seluruh dunia, tapi untuk Indonesia dan di kelas rokok kretek rasanya sulit ada rokok dari pabrikan negara lain mampu melampaui kesuksesan Djarum Super, sekuat apapun upaya mereka menciptakan rokok kretek filter seperti yang dilakukan Phillip Morris di Sampoerna.
Karena kesuksesan puluhan tahun itu juga akhirnya “sepupu” Djarum Super, MLD Putih akhirnya berada di level yang sama dengan L.A Lights dan Sampoerna A Mild di kelas Mild atau LTLN. Awalnya memang sang sepupu seperti tidak berniat tampak di permukaan, tapi karena karakternya yang low profile tapi memiliki standar kualitas seperti kakak sepupunya, konsumen malah jatuh cinta dan menempatkan merek itu sebagai salah satu produk berkualitas dan layak dinikmati.
Djarum Super sudah menemani jutaan orang Indonesia saat sedang melahirkan ide-ide kreatif, menghasilkan karya-karya besar seperti seorang Butet Kertaradjasa dan Rekti Yoewono, ada sebagai penutup saat menikmati ribuan macam kuliner di Indonesia, saat tukang bangunan mengayak pasir atau memplester tembok, santai saat memancing di akhir pekan, menempuh ribuan kilometer bersama supir truk dan bus malam, menemani di sela rapat-rapat penting, hingga ada bersama rasa sedih atau bahagia di sudut-sudut ruangan dan keramaian.
Ibu saya, si ketua geng perokok Persit itu, mungkin tidak akan menyangka bahwa rokok yang dihisapnya puluhan tahun lalu kini mampu mensponsori banyak acara-acara besar di negara ini, memberikan dukungan kepada kegiatan-kegiatan sosial, dihisap oleh jutaan orang karena kualitasnya, dan walaupun sempat lahir kembali dengan desain kemasan baru, Djarum Super hanya mengalami pergeseran citarasa di angka 5-10% sejak pertama kali lahir hingga hari ini tanpa merusak kualitasnya. Pergeseran, bukan penurunan seperti merek lain.
Djarum Super tidak menurunkan kualitasnya, dan rela disebut rokok mahal, sering dibanding-bandingkan dengan rokok murah karena alasan harga yang makin hari semakin tidak terjangkau untuk beberapa orang karena kelakuan pemerintah yang terus menaikkan cukai setiap tahun, alasan kenaikannya pun kalau ditelaah dan dipelajari akan membuat orang mengernyitkan dahi.
Pabrikan lain mungkin punya koki peracik yang baik, teknologi yang mutakhir, serta kebaruan inovasi, tapi tidak akan gunanya tanpa memiliki bahan dasar berkualitas serta resep yang tepat guna dan mampu menghasilkan sensasi hisap yang “Extraordinary”.
Di ujung usianya nanti, yang entah kapan dan bagaimana, Djarum Super sudah meninggalkan legacy citarasa yang tidak akan bisa disamai oleh merek apapun, hingga siapapun yang berkata rokok kretek filter itu hanya Djarum Super dan hanya ada di Indonesia adalah sebuah hal wajar dan tidak terbantahkan oleh siapapun.
Selamat menikmati, selebrasi citarasa yang dihasilkan oleh tembakau dan cengkeh berkualitas, diolah oleh mereka yang secara turun-temurun mampu menjaga martabat merek ini dengan sangat baik.