rokok ilegal
OPINI

Mimpi Memberantas Rokok Ilegal

“Konsumen rokok di Indonesia menjadi salah satu yang paling besar di dunia kalau dibandingkan dengan negara lain, sebagian besar perokok di Indonesia sulit berhenti dari kebiasaan buruk menghisap rokok setiap hari…”. Kutipan seperti itu seringkali saya atau kalian baca di media-media mainstream apabila isu bahaya merokok diangkat oleh Kementerian Kesehatan.

Bahkan kementerian yang lain pun kadang ikut-ikutan memberikan statement seperti itu, salah satu contohnya Kementerian Keuangan. Bagaimana bisa Kementerian Keuangan mencampuri urusan merokok hanya karena alasan mendukung program kementerian lain, mau bagaimanapun headline beritanya, orang pasti sudah tahu itu soal keuntungan semata. 

Sudah ikut-ikutan, masih juga sibuk menaikkan cukai rokok secara besar-besaran. Kenapa besar? karena dalam rumus menghitung cukai yang pernah ditulis di bolehmerokok.com https://bolehmerokok.com/2021/01/rumus-menghitung-harga-rokok-pasca-kenaikan-tarif-cukai-2021/, kerugian yang didapat karena patuh kepada pemerintah agar terus mengikuti kenaikan cukai rokok membuat pabrikan rokok legal berpikir keras menekan biaya produksi hingga terpaksa mengurangi jumlah karyawan.

Dari penjelasan sederhana itu bisa dibayangkan bagaimana pabrikan ilegal mengambil kesempatan  berlomba menjual produk mereka kepada konsumen, memanfaatkan celah “harga murah” yang tidak bisa diberikan oleh pabrik rokok legal.

Tidak sekadar murah, produsen rokok ilegal memikirkan semuanya sejak dari bahan baku, banyaknya bahan baku yang tidak terserap oleh pabrik rokok legal menjadi celah pendukung lainnya, biaya produksi yang bisa ditekan tapi tetap memberikan hasil yang bagus untuk menyaingi rokok legal.

Mereka tentu juga akan memikirkan kerugian jika dipidana mungkin tidak akan sebanding kalau harus mengikuti peraturan pemerintah yang akan mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar, apalagi sampai saat ini, sifat korup di negara kita masih sangat sering ditemui, dan itu sebuah langkah solutif bagi sebagian orang yang ingin melancarkan bisnis ilegal.

Apakah pemerintah kita 100% berperang setiap hari melawan peredaran rokok ilegal? Rasanya tidak, penjualan rokok ilegal semakin mudah ditemui saat ini, bahkan ada beberapa toko yang berani berjualan memanfaatkan marketplace

Pabrikan ilegal itu tidak main-main dalam memproduksi rokok, bahkan mungkin jumlah mesin-mesin pencetak rokoknya sudah mampu menyaingi pabrikan rokok legal, keuntungan yang mereka dapat selama bertahun-tahun bisa ditabung untuk menaikkan kualitas produksi daripada harus membayar pemerintah yang seringkali mengambil keputusan sepihak.

Tumbuh suburnya rokok ilegal hingga hari ini salah satu penyebab terbesarnya adalah kenaikan cukai rokok yang melambung tinggi. Sejak 2015-2020 pemerintahan era Jokowi, dalam hal ini Sri Mulyani sebagai pemegang kebijakannya, telah menaikkan cukai mencapai 63,49%. Kalau ditambah tahun ini dan tahun 2024, maka jumlahnya sudah 83,49%! udah gila!, itu sama saja 100%, cuma biar keliatan baik hati kalau sewaktu-waktu diprotes, jika ditotal jumlah psikologisnya hanya 83%.

Selain memanfaatkan mahalnya harga rokok karena kenaikan cukai, kesadaran dari orang-orang yang terlibat di jalur distribusi rokok ilegal masih sangat kurang, dan sulit juga untuk dihentikan, siapa sih yang tidak mau keuntungan dalam bentuk pundi-pundi uang di dalam rekening?

Jangan menasehati para kaki tangan di lapis kedua distribusi rokok ilegal ini dengan embel-embel dosa, kalian akan mendapati beberapa sanggahan seperti; di dalam industri rokok legal ada juga karyawan yang mendapat upah, bahan bakunya bukan hasil mencuri dari ladang tembakau atau cengkeh, dan salah satu dosa yang tercatat hanya menolak patuh kepada hukum, dalam hal ini pemerintah terkait. Saya pernah bertanya langsung kepada penjual rokok ilegal, jawaban mereka kadang membuat saya menggelengkan kepala.

bea cukai menyita rokok ilegal

Sementara kesadaran konsumen juga masih sangat kurang hingga saat ini, kampanye anti rokok ilegal masih kurang menyentuh konsumen yang dengan senang hati menerima produk murah meriah dan rasa mantap, mau bagaimanapun dosa yang disebutkan apabila membeli produk ilegal. 

Mereka bisa juga berdalih, bahwa dengan membeli maka roda ekonomi dari berbagai lapisan yang terlibat di sana (pabrik rokok ilegal) akan terus berputar, membantu banyak orang, dan lagi-lagi pemerintah akan menjadi pihak yang salah karena menaikkan cukai rokok legal.

Konsumen rokok di Indonesia itu banyak, coba kita bagi jadi tiga layer saja, perokok premium (harga rata-rata per bungkus 30 ribu ke atas), perokok menengah (20-25 ribu ke atas) dan perokok yang hobi membeli merek rokok legal dengan harga murah (10-15 ribu). Dengan naiknya cukai, maka masing-masing perokok akan turun 1 layer sebagai strategi ekonomi pribadi mereka. Soal bagaimana penjelasannya, bisa tanya langsung ke perokok di sekitar kalian saat ini.

Layer terakhir memang masih punya alternatif dengan membeli tembakau “tingwe”, tapi itu mungkin tidak setiap hari karena alasan kepraktisan dan olahan rasa tidak stabil dari bahan yang mereka beli dan racik sendiri. Sebagian layer ketiga kemudian akan memilih rokok kemasan dengan harga murah dan lumayan enak. Murah dan lumayan enak ini kemudian menjadi incaran produsen rokok ilegal untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.

Bayangkan saja, dengan uang 10-15 ribu, konsumen bisa mendapatkan rokok dengan citarasa yang nyaris mirip produk rokok premium seperti Dji Sam Soe SKT Super Premium (Refill), Djarum Super atau Gudang Garam Internasional. Itu tentu sudah bisa memangkas sekian persen pengeluaran konsumen, dan ini tentu sudah dipikirkan baik-baik oleh R&D produsen rokok ilegal. Menekan biaya produksi dengan tidak mengutamakan kemasan tapi mementingkan citarasa menjadi salah satu ciri khas rokok ilegal.

“Sebanyak 28,12% perokok di Indonesia pernah atau masih mengkonsumsi rokok ilegal. Jika angka tersebut dikonversikan dengan pendapatan negara, potensi pajak yang hilang bisa mencapai Rp53,18 triliun.  Temuan tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan oleh  lembaga survei Indodata terkait potret peredaran rokok ilegal di Indonesia.” https://mediaindonesia.com/ekonomi/442378/negara-rugi-rp5318-triliun-akibat-rokok-ilegal

Kesadaran konsumen menjadi hal paling penting yang harus diperhatikan hari ini, baru setelahnya jalur distribusi (agen, warung.dll) pelan-pelan akan memilih berhenti mendistribusikan produk apabila keuntungan penjualan menurun, dan ini harus benar-benar dipikirkan, tidak hanya sekedar memasang baliho besar di jalan raya atau kampanye media sosial yang mengharapkan likes yang banyak.

Selain itu lembaga atau komunitas seperti Komunitas Kretek, Komite Nasional Pelestarian Kretek atau Rokok Indonesia menjadi salah satu cara untuk mengkampanyekan perlawanan terhadap rokok ilegal, baru setelahnya pemerintah dan para stakeholder lain memberikan dukungan terhadap aksi perlawanan tadi.

Ada kalanya kerjasama di beberapa isu penting harus dilakukan bersama-sama, mungkin sulit dan butuh waktu, tapi lebih baik sebelum terlambat dan situasinya memburuk. Toh pemerintah sudah membuat sebuah kesalahan dengan menaikkan harga cukai terus menerus, apa ga berniat memperbaiki keadaan?