Pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dalam acara puncak Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2024 sungguh mengerikan. Ia menyatakan bahwa pemerintah akan mengesahkan RPP Kesehatan pada bulan Agustus 2024.
Entah pernyataan tersebut sekadar gimmick atau sinyal benar adanya, yang jelas bikin pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) ketar-ketir. Sederet pasal di RPP Kesehatan menuai cukup polemik. Mulai dari standarisasi kemasan, jumlah batang di tiap bungkus, hingga pelarangan bahan tambahan selain tembakau.
Tidak ketinggalan, ia juga menyematkan pernyataan bahwa pengesahan RPP Kesehatan adalah urgent. Sebab, banyak penyakit seperti kanker, jantung, dan sebagainya karena rokok. Tentu saja pernyataan seperti ini bisa dibantah. Rokok tidak bisa menjadi penyebab tunggal sebuah penyakit. Pasti ada faktor lainnya.
Aturan Rokok Sudah Ketat, Kenapa Harus Diperketat?
Jika Budi Gunadi Sadikin mau melihat secara utuh tentang PP 109/2012, pasti akan menyadari bahwa aturan tersebut sudah lebih dari cukup. Aturan tersebut meliputi iklan rokok, penjualan rokok, promosi rokok hingga pengaturan kemasan rokok. Namun, tampaknya Kementerian Kesehatan belum puas.
Oleh karena itu, mereka coba untuk mengusulkan RPP Kesehatan dengan dalih yang bermacam-macam. Selain pernyataan usulan bahwa rokok adalah penyebab penyakit, rokok juga merupakan bagian dari gaya hidup.
Bung Gunadi, rokok atau tidak merokok adalah sebuah pilihan. Jika mereka yang membeli rokok, dan sudah berusia lebih dari 21 tahun, kemudian menganggap itu gaya hidup, salahnya di mana?
Tentunya mereka sadar bahwa pilihan merokok adalah aktivitas berisiko. Bahkan, setiap aktivitas yang dilakukan orang dewasa, pasti ada risikonya.
Maka jangan menjadikan alibi bahwa rokok sebagai gaya hidup. Bilang saja terus terang bahwa aturan tersebut merupakan agenda turunan dari WHO terkait pengendalian tembakau secara global. Benar, kan?
Kementerian Kesehatan yang Lebih Suka Mengurusi Tembakau Daripada yang Lain
Daripada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan justru lebih sering membicarakan tembakau dari hulu dan hilir. Bahkan, mulai dari sistem produksi hingga distribusi. Semuanya tercantum mulai dari PP 109/2012 hingga UU Kesehatan 17/2023.
Sampai saat ini, penulis masih belum sadar di balik alasan utama mengapa Kementerian Kesehatan selalu berbicara tentang tembakau. Apakah karena se-penting itu urusan tembakau sehingga mereka harus repot-repot mengurusinya?
Dan, selalu saja Kementerian Kesehatan, ketika ada penyakit yang merebak di masyarakat maka sudah pasti jawabannya adalah rokok. Seperti tidak ada yang lain dari penjelasan Kementerian Kesehatan.
Kini, sepertinya tinggal menghitung hari bahwa RPP Kesehatan dilakukan pengesahan. Sebagai penggiat Industri Hasil Tembakau (IHT), kita sudah berjuang menolak peraturan tersebut. Atau minimal mengeluarkan pasal yang berkaitan tembakau di aturan tersebut.
Sebab, seyogyanya tembakau punya peraturan khusus dan tidak tercampur aduk dengan kesehatan. Akan tetapi, apakah pemerintah lebih condong ke bagian kesehatan saja? Atau memang pemerintah memang ingin membuat kelas pengangguran baru? Kita nantikan saja.