Bungkus produk hasil tembakau hendak dibuat mirip seperti United Kingdom, Australia.
Yang tidak pernah terpikirkan oleh Kementerian Kesehatan adalah perjalanan panjang Industri Hasil Tembakau dari hulu hingga hilir. Yang terpikirkan dari mereka hanyalah produk hasil tembakau adalah sesat dan merusak tubuh manusia. Padahal, setiap produk apa pun, asal dibuat tangan manusia, pasti memiliki risikonya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak heran ketika produk hasil tembakau yang legal ini memiliki syarat untuk mengonsumsinya. Minimal usia untuk mengonsumsinya adalah 21 tahun (PP 28/2024). Namun, begitulah Kementerian Kesehatan. Selalu tidak puas.
Meskipun usia telah dinaikkan, tapi tetap saja ingin membuat peraturan baru terkait produk hasil tembakau. Apa itu? Rancangan Peraturan Kementerian Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik. Rancangan ini mengatur hal yang spesifik, yaitu bungkus rokok.
Mengapa Kementerian Kesehatan Cemas dengan Bungkus Produk Hasil Tembakau?
Mulanya adalah amanat Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Begitulah pesan yang hadir dalam public hearing RPMK Produk Tembakau dan Rokok Elektronik pada Selasa, 3 September 2024. Amanat itulah yang hendak masuk ke dalam bungkus rokok di Indonesia.
Maka, mulai dari perubahan warna, peniadaan logo, hingga penambahan informasi kesehatan perlu atau bahkan harus mengadopsi negara-negara luar. Seperti contoh di Australia, negara-negara ASEAN, dan sebagian kecil negara-negara di Eropa.
Soal warna, mereka ingin mengubahnya menjadi Pantone 448 C. Warna yang dianggap sebagai warna terjelek di dunia. Negara Australia lah yang pertama kali mempelopori penggantian warna tersebut.
Kemudian, meniadakan logo. Ini mengacu pada sebagian kecil negara-negara di Eropa dan sebagian besar negara-negara di Asia. Yang lebih luar biasa adalah menambahkan informasi kesehatan, yang menurut mereka harus lebih seram baik teks atau gambar. Bahkan, gambar harus diperlihatkan dengan jelas. Tidak boleh tertutup apa pun.
Nah, inilah yang menjadi perhatian dari Bea Cukai. Sebab, biasanya pita cukai dilekatkan pada gambar kesehatan. Entah itu di bagian belakang atau depan.
Dari warna, penambahan informasi, hingga peniadaan logo, semuanya perlu diatur. Hanya menyisakan informasi berupa teks yang berarti nama rokok tersebut. Sebegitu cemasnya Kementerian Kesehatan hingga harus mengatur bungkus rokok secara detail dan rigid.
Penyeragaman Bungkus Rokok Adalah Titipan FCTC?
Dugaan bahwa rancangan permenkes ini adalah titipan FCTC telah menguat paska pernyataan dari perwakilan FCTC. Padahal, seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia tidak pernah meratifikasi FCTC. Jadi, wajar apabila Indonesia berbeda dari negara-negara lainnya.
Sayangnya, hal tersebut tidak masuk di akal pemerintah. Mereka tetap saja ingin mengikuti kebijakan asing. Mereka enggan berdaulat dan mandiri di negeri. Sudah semestinya mereka sadar bahwa tidak semua kebijakan asing baik untuk kita. Ada saatnya kita tidak tunduk dan justru melawan terhadap kebijakan asing.
Masalahnya akan menjadi sulit apabila Kemenkes tetap ingin memberlakukan peraturan tersebut. Pabrikan akan sulit untuk mengambil panen tembakau karena mereka khawatir dengan adanya peraturan tersebut akan membuat orang beralih ke rokok lainnya. Nah, kata lainnya di sini adalah rokok ilegal.
Jika pilihannya adalah rokok ilegal, pemerintah tidak mawas diri. Sudah tahu penerimaan cukai rokok tahun 2023 menurun akibat peredaran rokok ilegal yang masif, eh, masih aja keukeuh dengan kebijakan yang aneh. Jika sudah begini, jangan sampai konsumen yang menjadi korban.
Ingat, kehadiran rokok ilegal dan masifnya peredaran tersebut karena permintaan rokok tinggi. Alhasil, ketika harga kian tidak terjangkau, di situlah peran rokok ilegal. Mereka untung, negara buntung. Dan, pengubahan desain kemasan rokok, secara lambat laun, akan berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.