3 Asap, 3 Cerita: Potret Wonosobo Lewat Rokoknya

Potret kehidupan Wonosobo melalui rokoknya Boleh Merokok

Wonosobo, sebuah kota yang menyimpan pesona unik. Di satu sisi, hamparan dataran tinggi yang memanjakan mata dengan keindahan alamnya. Di sisi lain, ada denyut kehidupan masyarakat yang penuh dengan keterbatasan.

Sebagai seorang anak muda yang tumbuh dan berkembang di kota ini, saya menyaksikan bagaimana rokok menjadi bagian tak terpisahkan dari realitas kehidupan di sini. Lebih dari sekadar produk konsumsi, rokok di Wonosobo mencerminkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang kompleks.

Tenor: Simbol Perjuangan Hidup Para Pekerja Keras Wonosobo

Rokok dengan harga yang sangat terjangkau–sekitar Rp10 ribu perbungkus–ini menjadi pilihan utama bagi para pedagang, petani, dan buruh. Rasa kreteknya yang kuat dan hangat, seolah menjadi penyemangat di tengah dinginnya udara pegunungan.

Sebagai contoh adalah pedangan sayur. Saya sering kali melihat Pak Slamet, seorang pedagang sayur langganan ibu saya, menyalakan sebatang Tenor sambil menata dagangannya.

“Udud sik,” ujarnya dengan senyum ramah. “Hangatnya membantu menghilangkan rasa lelah setelah seharian bekerja, harganya pun sangat bersahabat dengan kantong kami.”

Bisa dibilang Tenor adalah simbol ketangguhan dan kegigihan masyarakat Wonosobo dalam menghadapi kerasnya kehidupan.

Galang Baru: Ekspresi Diri Anak Muda Kreatif

Di tengah geliat kehidupan Kota Wonosobo, tumbuh subur skena anak muda yang kreatif dan dinamis. Mereka adalah para seniman mural, pemain skateboard, musisi indie, dan berbagai pelaku industri kreatif lainnya. Di tongkrongan mereka, Galang Baru menjadi pilihan rokok yang populer.

Dengan harga sekitar Rp22 ribu perbungkus, Galang Baru menawarkan rasa yang lebih modern dan dilengkapi dengan filter. Rokok ini menjadi simbol ekspresi diri bagi anak muda Wonosobo yang ingin tampil beda, namun tetap dengan harga yang terjangkau.

Saya pernah menghabiskan malam di studio musik bersama teman-teman band indie. Asap Galang Baru memenuhi ruangan yang berhias poster-poster band favorit mereka.

“Rokok ini pas banget buat menemani sesi jamming kami,” ujar Gilang, sang vokalis band. “Rasanya enak, harganya juga masih masuk akal buat kantong anak muda seperti kami.”

Galang Baru, bukan sekadar rokok. Ia adalah simbol keberanian anak muda Wonosobo untuk berkarya dan mengekspresikan diri, meski dengan segala keterbatasan.

Djarum Coklat Ekstra: Perekat Kebersamaan

Djarum Coklat Ekstra, dengan harga sekitar Rp15 ribu perbungkus, menjadi rokok yang dapat diterima oleh semua kalangan di Wonosobo. Baik tua maupun muda, dari petani hingga anak band, semua menikmati rasa cokelatnya yang manis dan hangat.

Saya sering kali melihat orang-orang dari berbagai latar belakang berkumpul di angkringan, menikmati Djarum Coklat Ekstra sambil bercengkerama. Suasana hangat dan akrab tercipta, seolah rokok ini menjadi perekat yang menyatukan mereka.

Djarum Coklat Ekstra adalah simbol kebersamaan. Simbol bagaimana masyarakat Wonosobo, dengan segala perbedaan latar belakang, dapat menikmati hidup bersama secara guyub dan rukun.

Asap dan Realita Wonosobo

Dari pengamatan saya, rokok di Wonosobo bukan sekadar produk konsumsi. Ia adalah bagian dari narasi kehidupan masyarakat. Tenor, Galang Baru, dan Djarum Coklat Ekstra, masing-masing dengan ceritanya sendiri, mencerminkan realitas sosial, ekonomi, dan budaya kota ini.

Penulis: Bayu Adhi Laksono

Editor: Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK)

BACA JUGA: Asap Harum Tembakau Garangan: Kisah Petani Wonosobo Menjaga Warisan Leluhur

 

Artikel Lain Posts

Paling Populer