Saya penasaran dengan yang namanya IQOS. Karena iklan dari barang yang digadang-gadang sebagai produk alternatif rokok konvensional ini begitu masif. Sudah tersedia di rak-rak minimarket juga, seiring masyarakat menengah dan menengah atas yang sudah banyak memakainya.
Terdorong oleh penasaran–perihal bagaimana sensasi rokok alternatif ini–saya pun pergi ke salah satu mal di Sleman untuk membelinya.
Keluarkan Rp750 ribu untuk beli IQOS
Setiba di sebuah outlet penyedia IQOS, baru saya tahu ternyata produk ini menawarkan beberapa varian. Harganya juga variatif, mulai Rp300.000 hingga di atas Rp1.000.000.
Saya memilih produk yang standar saja: IQOS Luma seharga Rp699.000. Tidak luput saya turut membeli Terea, yang satu bungkusnya di harga Rp30.000 sampai Rp45.000.
Total, saya mengeluarkan uang sebesar Rp750.000 untuk bisa menjajal produk ini. Untuk ukuran saya yang perokok kretek, harga tersebut terbilang mahal. Apalagi untuk Terea-nya.
Satu bungkus Terea berisi 20 batang dengan ukuran yang pendek kira-kira 2,5 cm. Satu batang Terea hanya bisa dihisap sekitar 16 hisapan saja. Duh.
Tampilan elegan, tapi tidak dengan rasanya
Saya mulai mencicipi IQOS pada jam-jam setelah buka puasa. Tentu tidak langsung sehabis menyantap santapan buka. Rokok kretek, bagi saya, tetap yang ternikmat diisap setelah makan.
Setelah beberapa batang habis, barulah saya menjajal IQOS. Terus terang, saya mengakui kalau tampilannya cukup elegan. Tapi lain cerita mengenai rasanya.
Rasa dari Terea yang dimasukkan ke IQOS ini nggak cocok di lidah saya (Cara memakai IQOS adalah dengan memasukkan satu batang Terea ke dalam lubang IQOS. Lalu tinggal diisap sebagaimana mengisap rokok). Aneh. Saya bahkan tidak bisa mendeskripsikan rasanya. Yang jelas, kepala saya jadi keliyengan usai mengisapnya.
Malam itu juga, saya menyodorkan produk tersebut ke beberapa teman yang masih ada di kantor untuk mereke review. Komentar mereka sama: aneh. Ada bahkan yang sampai mual-mual padahal baru sekali hisap.
3 hal mengganjal dari IQOS
Mengenai rasa yang aneh hingga sensasi pusing dan mual, saya kira memang hanya persoalan selera dan kecocokan saja. Tapi ada beberapa hal yang bikin saya mengganjal dari produk ini.
Pertama, produk ini secara vulgar mengiklankan diri dengan cara menjelek-jelekan rokok konvensional. Bagaimana tidak. Narasinya adalah 95% lebih sehat ketimbang rokok pada umumnya. Hal itu juga saya konfirmasikan saat bertanya ke mbak-mbak penjaga outlet IQOS.
Kedua, soal kandungan Terea-nya. Ketika saya membredeli rokok berukuran kecil ini, ternyata di situ ada logam berukuran kecil.
Awalnya saya tidak tahu logam ini untuk apa. Tapi setelah saya cari tahu, ternyata logam ini fungsinya untuk memanaskan tembakau. Jadi modelnya begini: setelah batang Terea menancap di IQOS, sensor dari IQOS akan membuat logam pada Terea memanaskan tembakau (sebagai ganti dari membakar tembakau ala rokok konvensional). Dari situ, ketika Terea diisap, maka akan keluar asap.
Ketiga, seperti yang saya sampaikan sebelumnya: ukuran Terea itu pendek sekali. Alhasil, komposisi tembakau di dalamnya juga sangat sedikit.
Maka ada dua arti. Satu, pada dasarnya produk ini bisa disebut rokok juga. Karena pakai tembakau. Nah, kok bisa menjelekkan-jelekkan rokok konvensional? Dua, tembakau yang sedikit menandakan sedikitnya serapan tembakau dari para petani.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin
BACA JUGA: Produk IQOS: Upaya Licik PT HM Sampoerna Merebut Pasar Rokok Konvensional