Di jalanan Jogja, mulai banyak baliho-baliho iklan IQOS yang terpampang.
Saya sebelumnya tidak terlalu ngeh kalau baliho tersebut adalah iklan untuk produk IQOS.
Sampai suatu ketika, dalam perjalanan pulang kerja pukul 17.00 WIB menuju kontrakan di bilangan Condongcatur, di Ring Road Utara, perempatan UPN Veteran Yogyakarta, saya menemukan baliho besar sekali dengan pencahayaan sangat proper.
“Produk ini tidak bebas risiko dan mengandung nikotin yang menyebabkan ketergantungan. Hanya diperuntukkan bagi pengguna dewasa (21+).Dilarang menjual dan memberi kepada orang berusia di bawah 21 tahun dan perempuan hamil.” Begitu tulisan yang menyerati baliho tersebut.
Awalnya saya pikir itu adalah rokok baru. Karena memang belakangan sedang masif sekali rokok-rokok baru terutama yang memiliki varian rasa. Tapi kemudian saya baru ngeh, ternyata itu adalah iklan IQOS.
IQOS Bukan Rokok Elektrik
Perlu diketahui, IQOS bukan lah rokok elektrik sebagaimana umumnya. Tapi merupakan produk alternatif yang produsennya gadang-gadang sebagai rokok bebas asap, tanpa tar, hingga tanpa abu.
Belakangan, promosi IQOS memang sedang masif-masifnya. Terutama di kota-kota besar.
Mereka tidak cuma ngiklan melalui baliho. Tapi juga memperluas jangkauan dengan merekrut brand ambassador hingga merambah ke televisi.
Cara pengunaan IQOS adalah dengan memasukkan Terea (rokok cengkeh elektronik IQOS) ke dalamnya. Produk alternatif ini katanya bisa diisi ulang oleh produk yang kabarnya berasal dari cengkeh, alias tanpa tembakau.
IQOS: Dagangan PT HM Sampoerna
Perlu diketahui, produk ini dikeluarkan oleh PT HM Sampoerna. Ya, sebuah pabrik yang juga mengeluarkan produk rokok seperti Sampoerna, Dji Sam Soe, dan sejenisnya (Pabrik rokok yang dulunya milik pribumi tapi telah Philip Morris akuisisi, dedengkot kampanye antirokok dari Amerika).
Lantas, apa tujuan Philip Morris melalui PT HM Sampoerna menciptakan IQOS, padahal produk rokok konvensionalnya terbilang laku keras di Indonesia?
Di sisi lain mereka memang jualan rokok, tapi di saat bersamaan kok turut menjelek-jelekan rokok?
Jawabannya, tentu saja untuk menguasai pangsa pasar nikotin di Indonesia, bahkan dunia. Karena mereka ingin menawarkan produk yang mereka gadang-gadang lebih baik daripada rokok konvensional, salah satunya ya IQOS ini.
Monopoli Pasar, Perang Nikoton
Ketika kampanye antirokok yang Philip Morris lakukan berhasil, maka produk yang mereka jual bisa bergerak bebas. Inilah yang kita sebut sebagai monopoli pasar.
Rokok, termasuk kretek, Philip anggap sebagai saingan yang mengerikan karena jadi kegemaran masyarakat dunia (termasuk Indonesia). Sehingga, rokok konvensional bagi Philip perlu dihancurkan secepat mungkin. Inilah yang kita kenal sebagai perang nikotin.
Sebenarnya perang nikotin bukan cuma masif sejak IQOS ada. Jauh sebelum itu pun sudah ada banyak produk alternatif yang Philip tawarkan. Mulai dari vape, rokok elektrik, koyo nikotin, permen nikotin, dan sebangsanya.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin
BACA JUGA: Nasib Temanggung jika Sudah Tak Ada Tembakau, Jadi Kota yang Kehilangan Identitas