Siapa yang tidak mengenal sosok WS Rendra? Seorang aktivis sekaligus sastrawan yang karyanya banyak menyinggung soal pemerintahan Orde Baru.
Daftar Isi
ToggleWS Rendra tak pernah bisa diam ketika melihat kesenjangan sosial-ekonomi antara elite dan rakyat kecil. Narasi utamanya adalah menentang Orde Baru.
Kepiawaiannya dalam mengolah kata, membuat kritik-kritik yang WS Rendra sampaikan terasa “menusuk tajam” para pendengarnya. Alhasil, banyak upaya pembredelan terhadapnya karena sang penguasa yang mulai panas telinganya.
WS Rendra: pembela petani tembakau
WS Rendra juga merupakan pembela petani tembakau. Puncak keresahannya pada nasib buruk petani tembakau di Indonesia adalah pada April 2009.
Ketika sidang Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, WS Rendra memberikan sebuah kesaksian di hadapan para hakim dan peserta sidang.
“Bayangkan saja para petani tembakau, getah, gula dan lain sebagainya tidak bisa mengekspornya, harus disetor kepada penjajah dan merekalah yang akan mengekspornya. Kita menanam tembakau dan kopi, tetapi yang menentukan harga dan penggunaan produk itu adalah Bremen dan Antwerpen.”
“Jadi sebetulnya tertekan sekali keadaan para penanam tembakau itu, dari dahulu sampai sekarang. Tetapi kreativitas dari para leluhur dan para penduduk Indonesia luar biasa. Tembakau dicampur dengan klembak, tembakau dicampur dengan cengkeh, menjadi rokok klembak, menjadi rokok cengkeh dan ini suatu kreativitas yang luar biasa.”
Budaya yang harus dihargai (kesaksian lanjutan)
“Dari segi kebudayaan harganya sangat tinggi kreativitas semacam ini. Ini menunjukkan daya adaptasi bangsa Indonesia yang ternyata bangsa yang tidak asli, bahasanya tidak asli, tanaman tidak asli, mulai dari padi sampai irigasi, mentok, itik, semua tidak asli, sapi tidak asli, tetapi toh bisa diadaptasi dengan kreatif. Singkong tidak asli, tetapi lihat saja, singkong bisa jadi lemet, jadi macam-macam.
Itu harus ada tempat untuk diperkembangkan dan dihargai daya adaptasi bangsa. Bangsa yang tidak asli roh, batin, sukma, raga, nama-nama Soekarno, Soeharto, Muhammad Yamin, semua tidak asli, Rendra tidak asli, tetapi toh bisa melahirkan kepribadian yang asli. Ini aspek budaya yang harus dihargai dan diperkembangkan.”
“Rokok kretek. Rokok kretek itu sekarang dalam masa krismon bisa bertahan dengan baik karena cengkehnya dari dalam negeri, kertasnya dalam negeri, tembakau dalam negeri, saosnya dalam negeri, lalu konsumennya yang terbesar dalam negeri, sehingga akhirnya menjadi suatu kekuatan ekonomi yang baik. Tentu saja sebagai seniman dan budayawan saya sangat menghargai, sangat mempertimbangkan sekali proses pembangunan.”
“Maka saya menganggap bahwa survival dari rokok kretek ini membantu kekuatan pembangunan Indonesia.” Begitulah potongan kesaksian WS Rendra.
Penulis: Saar Ailarang
Editor: Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK)
BACA JUGA: Tuhan dalam Sajak Rendra