Catatan Ekspedisi Emas Hijau Edisi Kecamatan Selo, Boyolali
Daftar Isi
ToggleKetika membicarakan Boyolali, hal yang terlintas di benak saya pertama kali adalah susu. Karena memang Boyolali terkenal sebagai Kota Susu.
Tapi dalam ekosistem pertembakau, kota ini ternyata juga menjadi penghasil tembakau besar di Jawa Tengah. Ada dua kecamatan yang menjadi penghasil tembakau di Boyolali, yakni Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Selo.
Dalam Ekspedisi Emas Hijau, kami memilih pergi ke Kecamatan Selo. Daerah ini berada di lereng Gunung Merbabu-Merapi. Saat sampai di sana, pemandangannya jangan ditanya lagi, sudah pasti bagus sekali.
Pun pada awal Mei 2025 itu, tembakau sudah dalam masa tanam. Mereka masih melakukan metode berupa tumpang sari, alias lahan yang digunakan untuk menanam tembakau juga diiringi dengan tanaman lain seperti sayuran, bawang, dan lain sebagainya.
Hanya tembakau yang tumbuh kala kemarau
Metode tumpang sari itu hanyalah upaya petani Selo, Boyolali untuk memanfaatkan lahan yang mereka miliki secara optimal. Bukan berarti lahan mereka ketika kemarau bisa ditanami selain tembakau.
Sebab, memang hanya tembakau yang menjadi tanaman di musim kemarau di Selo, Boyolali. Tanaman lain tidak bisa.
Selama berpuluh-puluh tahun, tembakau telah memiliki banyak kontribusi bagi Selo, Boyolali. Saya mendapat cerita dari salah seorang petani bahwa tembakau telah menghidupi ribuan masyarakat di sini.
Orang-orang bisa sekolah, membangun rumah, dan lain sebagainya ya karena hasil dari panen tembakau. Bahkan pada tahun 2012, masyarakat Selo, khususnya di Desa Surodadi, pernah satu kepala keluarga membeli mobil. Total ada 60 KK yang seperti itu.
Bukan hanya itu, saya menyaksikan secara langsung bagaimana rumah-rumah yang ada di lereng Merapi-Merbabu berukuran besar-besar.
Pun dari segi pembangunan, membangun rumah di area lereng itu membutuhkan anggaran yang jauh lebih besar dibandingkan membangun rumah di dataran rata.
Harapan petani Selo Boyolali terhadap tembakau
Para petani pun memiliki harapan agar tembakau ini akan tetap ada dan terus dilestarikan. Pemerintah seharusnya tidak sembarangan dalam membuat regulasi mengenai pertembakauan. Misalnya regulasi soal kenaikan cukai.

Sebab, kalau cukai rokok terus dinaikkan, maka yang rugi itu jelas petani. Tembakau yang dihasilkan jadi sulit terjual. Kalau begitu yang sengsara jelas petani.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin
BACA JUGA: Berkenalan dengan Tembakau Asepan Kebanggaan Warga Boyolali