Penerimaan cukai per bulan Juli 2024 tumbuh. Ketika mengetahui fakta tersebut, Sri Mulyani sumringah. Lebih sumringah lagi mengetahui fakta bahwa tumbuhnya penerimaan cukai karena cukai rokok. Ya, dari Rp116,1 Triliun, Rp111,3 Triliun berasal dari cukai rokok.
Secara year on year, penerimaan cukai per bulan Juli tumbuh sebesar 0,5%. Sedangkan penerimaan cukai rokok per bulan Juli tumbuh sebesar 0,1%. Meskipun tumbuh, Sri Mulyani harus ingat bahwa realisasi ini baru setara 47,2% dari target APBN 2024.
Artinya, walaupun ada pertumbuhan, secara target masih belum tercapai. Apalagi ini sudah memasuki semester II. Namun, yang menarik adalah pertumbuhan tersebut karena kenaikan produksi golongan II dan III.
Padahal, Sri Mulyani sempat stres karena banyak perokok beralih golongan. Dari golongan I ke golongan II dan III. Eh ternyata justru kedua golongan tersebut, yang secara perlahan, mendorong peningkatan penerimaan cukai.
Lalu, apakah penerimaan cukai bulan Juli yang positif akan langgeng hingga akhir semester? Ini yang masih menjadi pertanyaan.
Penerimaan Cukai Tercapai atau Tidak Tercapai Tahun 2024?
Instrumen cukai berfungsi untuk mengendalikan konsumsi. Maka, apabila negara memutuskan untuk menaikkan cukai, secara otomatis konsumsi turun. Apakah itu benar?
Persentase Merokok pada Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Menurut Provinsi
Tahun | Persentase |
2020 | 28,69 |
2021 | 28,96 |
2022 | 28,26 |
2023 | 28,62 |
Sumber: BPS, 2024
Faktanya, jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah perokok fluktuatif. Sedangkan kebijakan cukai rokok terus naik dengan persentase yang tidak masuk akal. Oleh karena itu, karena fluktuatif, perlu ada penajaman penelitian. Apa merek rokok yang sekarang diisap oleh perokok?
Sebab, akan menjadi anomali bahwa cukai rokok meningkat, jumlah perokok meningkat, tetapi penerimaan negara menurun. Apa yang salah dari hal tersebut? Kebijakan, sistem, atau konsumen itu sendiri.
Maka dari itu, peredaran rokok ilegal yang mencapai 7% pada 2023 sebenarnya turut memberikan fakta bahwa perokok bertambah, tetapi jumlah penikmat rokok ilegal ikut meningkat.
Tidak percaya? Cek saja operasi gempur rokok ilegal yang tiap hari semakin marak. Maka, menjadi wajar apabila penerimaan cukai rokok bertumbuh tetapi tidak signifikan. Sehingga, tidak heran pula apabila secara year on year penerimaan negara via cukai belum mencapai target.
Lalu, apakah pada akhir tahun penerimaan cukai rokok akan tercapai? Entahlah.
Cukai Rokok Boleh Naik, tapi Tidak untuk SKT
Ketika Sri Mulyani melihat bahwa ada pertumbuhan penerimaan cukai rokok maka ini bisa menjadi sinyal bahwa cukai rokok bisa saja naik seperti tahun lalu. Persentase yang sama dengan multi years. Jika itu terjadi, akan menjadi bahaya. Apalagi dia juga tahu bahwa pada tahun ini yang menyumbang cukai cukup lumayan adalah golongan II dan III.
Jika cukai untuk golongan II dan III naik, bahkan signifikan, sinyal bahaya bagi pelinting rokok. Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang telah menjadi soko guru perekonomian negara akan tercerabut hidupnya. Ada banyak tangan yang bekerja di dalamnya. Para pelinting itu. Para pelinting yang sebagian besar perempuan itu terancam menjadi pengangguran.
Maka, muncul masalah baru. Operasi gempur rokok ilegal yang tidak kunjung menghabisi produsen atau mesinnya, kini muncul ancaman pengangguran bagi pekerja SKT. Semestinya pemerintah lebih serius mengetahui hal tersebut.
Sebab, tidak mungkin pemerintah akan jatuh pada lubang yang sama kecuali memang pemerintah ingin mengambil jalur genosida, Ya, genosida yang dimaksud adalah membunuh Industri Hasil Tembakau.