Barangkali satu-satunya industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, khususnya perempuan, adalah Industri Hasil Tembakau. Mengapa begitu? Karena melihat fakta bahwa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 4 merekrut pekerja perempuan dengan jumlah 16.000 lebih.
Itu baru regional 4. Belum regional 1, 2, dan 3. Apabila dipukul rata setiap regional mampu merekrut 16.000 maka ada sekitar lebih dari 60.000 pekerja perempuan untuk Industri Hasil Tembakau (IHT). Angka yang terbilang banyak. Yang cukup mengejutkan adalah para pekerja perempuan mendapatkan upah sebanyak dua kali UMR.
Itu angka yang bagus. Di saat masih ada perusahaan yang memberikan upah di bawah standar, PTPN I mampu memberikan hak sangat baik kepada pekerjanya. PTPN I tahu bahwa sebagian besar dari mereka adalah tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, tidak heran apabila hajat hidup mereka cukup diperhatikan PTPN I.
Pekerja Perempuan dan Sigaret Kretek Tangan
Sebenarnya bukan hal baru apabila IHT membutuhkan pekerja perempuan. Di salah satu bagian dari IHT, yaitu industri sigaret kretek tangan (SKT) justru sebagian besar pekerjanya adalah perempuan. Keterampilan melinting dan membentuk sebuah produk menjadi konus adalah keahlian perempuan.
Tangan-tangan mereka lebih terampil daripada lelaki. Kecepatan dan cekatnya mereka dalam membentuk sebatang rokok lebih rapi daripada lelaki. Jika kamu pernah melihat sebuah video tentang perempuan melinting di sebuah pabrik, percayalah bahwa setiap perempuan mampu membuat puluhan hingga ratusan batang dalam setiap jam.
Konsistensi dan ketekunan menjadi prasyarat yang luar biasa sehingga tidak heran apabila mereka mampu duduk dan mengerjakannya dalam beberapa jam. Apakah negara tahu tentang fakta di atas? Semestinya paham, ya. Oleh karena itu, sudah semestinya cukai rokok khusus SKT tidak boleh naik.
Pertanyaannya, apakah Kementerian Kesehatan paham mengenai fakta ini? Nah, itu yang tidak banyak diketahui oleh kita. Barangkali, karena memang tidak tahu, Kementerian Kesehatan tetap mengeluarkan kebijakan yang menggencet IHT. Untungnya, tahun ini cukai rokok 2025 tidak naik. Jadi, setidaknya dalam setahun hingga dua tahun mendatang, IHT masih bisa eksis.
Atas Jasa Perempuan, Industri Kretek Masih Eksis
Jangan sekali-kali melupakan sejarah (jasmerah). Itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan betapa jasa perempuan terhadap IHT sangat besar. Mulanya dari perlawanan Roro Mendut terhadap kaum lelaki. Kemudian, berkembang dengan membuat perusahaan merokok. Hingga kini, sebagian besar pekerja untuk industri SKT mengandalkan perempuan.
Sudah semestinya negara berhutang kepada perempuan atas jasa-jasa mereka. Sudah semestinya negara sadar bahwa tanpa tangan-tangan perempuan lah, Indonesia tidak bisa jaya. Juga, dengan tangan-tangan mereka lah penerimaan negara via cukai rokok selalu mencapai target. Setidaknya itu terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir kecuali 2023.