Setelah Era Mulyono-Mulyani, kini Muncul Mulyani dan Gunadi

mulyani dan gunadi

Isu bahwa Budi Gunadi Sadikin dan Sri Mulyani kembali menjadi menteri di bawah kepemimpinan baru menguat. Pasalnya, beredar di lini masa bahwa Budi Gunadi Sadikin kembali menjadi Menteri Kesehatan. Sedangkan Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan. Dengan demikian, akan muncul jargon baru pembunuh Industri Hasil Tembakau (IHT). Tidak lagi Mulyono dan Mulyani, melainkan Mulyani dan Gunadi. 

Keduanya, oleh penggiat IHT dinobatkan sebagai biang keladi stagnannya pertumbuhan IHT. Mengapa begitu? Ada beberapa alasan. Pertama, era Sri Mulyani, kenaikan cukai rokok tidak terkendali. Alasannya untuk menekan prevalensi perokok pemula. Padahal, hanya untuk mencari keuntungan semata. Toh negara memang butuh pendapatan. 

Lain Sri Mulyani, Lain Budi Gunadi. Jika Sri Mulyani fokus pada kenaikan cukai rokok, Budi Gunadi fokus pada revisi peraturan. Dari UU 36/2009 berganti UU 17/2023 dan PP 109/2012 berganti PP 28/2024. Semua peraturan tersebut sangat ketat mengendalikan IHT. 

Mulyani dan Gunadi Lebih Berbahaya daripada Mulyono dan Mulyani?

Memang tidak ada yang tahu apakah Mulyani dan Gunadi lebih berbahaya daripada Mulyono dan Mulyani. Namun, jika ingin berkaca pada pemerintahan Jokowi, akan sangat terlihat keduanya cukup berbahaya. Mereka punya dalih dan dalil untuk memberikan penilaian buruk terhadap IHT. 

Rekam jejak mereka sangat tidak baik untuk IHT. Lha, gimana? Bisa-bisanya revisi UU dan PP hanya untuk mengendalikan rokok. Cak Met berasumsi bahwa revisi tersebut untuk menaikkan pendapatan baru. Kok bisa?

Cukai rokok selalu menerima target yang besar. Dari awal Sri Mulyani memimpin, target selalu tercapai bahkan melebihi target. Hanya 2023 saja yang pada akhirnya Sri Mulyani sadar, menaikkan cukai rokok akan menimbulkan masalah baru. Kemudian, untuk tahun 2025 cukai rokok kemungkinan akan tidak naik. 

Jika memang benar tidak naik, sudah benar. Hal itu juga menunjukkan bahwa negara ketar-ketir ketika peredaran rokok ilegal masif. Apalagi cara memperolehnya pun cukup mudah. Jika konsumen tidak dapat menemukan di toko kelontong, dapat beralih ke marketplace. Apakah ada pengawasan? Entahlah. 

Sedangkan Budi Gunadi Sadikin sepertinya memiliki tendensi tersendiri terhadap IHT. Mengapa hanya ada pengaturan tembakau? Jika rokok mengandung zat adiktif, kenapa yang lain tidak diatur lebih dahulu? Mengingat rokok adalah produk legal, sedangkan zat adiktif lainnya adalah produk ilegal. 

Bahkan, yang terbaru Gunadi ingin mengesahkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) yang berkaitan dengan pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik. Ini cukup berbahaya karena wewenang Kementerian Kesehatan terlalu luas. 

Maka dari itu, tidak heran bahwa rancangan peraturan tersebut harus ditolak.

Waspada dan Waspada

Tidak ada jalan lain selain waspada terhadap gerak-gerik mereka. Barangkali, saat ini Sri Mulyani sedang berbeda pendapat dengan Budi Gunadi Sadikin terkait R-Permenkes. Sebab, Gunadi dianggap melampaui kewenangan dan mengganggu jalannya pengawasan Mulyani. 

Dalam R-Permenkes tersebut, informasi dan gambar kesehatan tidak boleh tertutupi apa pun. Artinya, Bea dan Cukai selaku turunan dari Kementerian Keuangan akan kesulitan memberikan pita cukai. Padahal dari pita cukai lah, mereka bisa membedakan mana produk legal dan ilegal. 

Akan tetapi, itulah yang dinamakan dengan dinamika. Mungkin sekarang sedang bertengkar. Namun, kita tidak tahu akhirnya bagaimana. Yang jelas, kombinasi keduanya akan sangat mengganggu jalannya peta IHT. 

Benar bahwa FCTC tidak diratifikasi. Namun, peraturan yang ada saat ini dapat dikatakan melampaui FCTC. Jadi, cukup merugikan bagi IHT. Maka, yang harus dilakukan oleh kita, yaitu eling lan waspada. 

Artikel Lain Posts

Paling Populer